PENYIMPANGAN PELAYANAN
PUBLIK? TAK KENAL MAKA TAK SEJAHTERA
Pembangunan erat kaitannya dengan
sistem pemerintahan dan masyarakat. Pemerintah bertugas untuk mengelola
keberlangsungan pembangunan untuk masyarakat yang kemudian juga bekerja sama
dengan masyarakat dalam proses dan pelaksanaannya. Perencanaan pembangunan yang
dilakukan oleh pemerintah pun seharusnya sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Partisipasi masyarakat
juga sangat diperlukan agar pembangunan sesuai dengan tujuan dan dapat
menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat.
Akan tetapi, krisis kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintah sudah sangat berkembang. Fenomena ini disebabkan
oleh berbagai macam masalah. Krisis ini muncul
karena hak-hak dari
masyarakat mulai di curangi. Misalnya, pemerintah dalam melaksanakan pelayan
publik sudah melakukan penyimpangan seperti pembuatan KTP yang seharusnya
gratis,sekarang ini dikenakan biaya, sarana prasarana yang seharusnya untuk
masyarakat malah digunakan oleh pihak-pihak yang yang tidak berkepentingan, dan
banyak hal tentang maladministrasi lainnya.
UU No. 25 Tahun
2009 Tentang Pelayanan Publik menyatakan bahwa, penyelenggara pelayanan publik
harus melaksanakan kewajiban dan tidak boleh melanggar larangan, pelaksana
pelayanan publik harus memberi pelayanan yang sesuai dengan standar pelayanan.
Seperti yang dipaparkan oleh UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik,
seharusnya adil dan tidak diskriminatif, tidak mempersulit, dan tidak
menyimpang dari prosedur. Akan tetapi, maladministrasi kini malah kian
membudaya di kalangan birokrat. Sedikit sekali masyarakat yang mengetahui
tentang maladministrasi dan
bagaimana mengahadapinya juga menyebabkan masyarakat pasrah saja terhadap
pelayanan yang menyimpang tersebut. Oleh karena itu, pembahasan kali ini juga
akan menawarkan beberapa solusi yang dapat digunakan. Di harapkan solusi yang
ditawarkan dapat meminimalisasi hingga mengatasi masalah pelayanan publik yang
menyimpang.
Bentuk-Bentuk
Penyimpangan Pelayanan Publik
Ada banyak bentuk dari tindakan penyimpangan pelayanan
publik atau maladministrasi. Menurut Nurtjahjo, Maturbongs dan Rachmitasari (2013: 13)
Ketidak jujuran (dishonesty),
berbagai tindakan ketidak jujuran antara lain: menggunakan barang publik untuk
kepentingan pribadi, menerima uang dll. Berikut beberapa fakta di lapangan:
(14/9/2016) Pasangan suami istri di
Banyuwangi harus membayar 4.500.000 rupiah untuk membuat KTP, KK dan
Administrasi nikah kepada modin (petugas pencatat pernikahan) dan oknum PNS
pegawai Kelurahan Mandar, Kecamatan Banyuwangi. Sementara itu Kepala Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Banyuwangi Iskandar Aziz saat
dikonfirmasi oleh Kompas.com,
pembuatan KTP sama sekali tidak dipungut biaya. Terkait biaya pengurusan
pernikahan, Aziz mengatakan pasangan tersebut menikah di KUA dan biaya
pernikahannya pun tidak sampai 50.000 rupiah. Jika ada oknum PNS yang terlibat,
Aziz memastikan akan segera di tindak. (http://regional.kompas.com/).
Bentuk
maladministrasi berikutnya yaitu, Penundaan Berlarut: dalam proses pemberian
pelayanan umum kepada masyarakat, seorang pejabat publik secara berkali-kali
menunda atau mengulur-ulur waktu sehingga proses administrasi yang sedang
dikerjakan menjadi tidak tepat waktu sebagaimana ditentukan (secara patut)
mengakibatkan pelayanan umum yang tidak ada kepastian (Nurtjahjo, Maturbongs
dan Rachmitasari, 2013: 14). Tidak kalah dari penyimpangan pungutan biaya,
berikut ini adalah maladministrasi yang sifatnya juga mempersulit masyarakat
yaitu penundaan berlarut, seperti fenomena berikut ini yaitu keterangan seorang
korban kasus ini. Di Kabupaten Kediri, Desa Cendono, bermula saat ayah korban
melakukan proses andministrasi untuk pembuatan akta rumah yang dikenakan biaya
sebesar 800.000 rupiah. Setelah melengkapi proses administrasi tersebut, akta
tidak kunjung jadi hingga berlalu 5 tahun lamanya barulah akta tersebut
selesai. Kembali dipertemukan dengan fenomena miris yang membuat resah
masyarakat seperti ini, permasalahan ini harus benar-benar ditindak lanjuti.
Kemudian
bertindak tidak adil dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat
publik melakukan tindakan memihak, melebihi atau mengurangi dari yang
sewajarnya sehingga masyarakat memperoleh pelayanan umum tidak sebagaimana
mestinya (Nurtjajo, Maturbongs dan Rachmitasari, 2013:15). Bentuk penyimpangan
seperti ini didukung dengan adanya fakta berikut ini, di Muharto, Kota Lama
Malang ada program rumah rusun, namun yang menghuni rumah rusun tersebut
kebanyakan adalah orang yang mampu. Seharusnya warga miskin yang didahulukan,
tetapi warga yang tergolong mampu sudah memenuhi rumah rusun tersebut. Rumah
rusun di Muharto berumur 15 tahun, dan hingga sekarang masih tidak ada
kejelasan sosialisasi. Ada beberapa opini masyarakat yang negative terkait
program rumah rusun ini. Salah satunya adalah mencurigai pemerintah setempat
memasukkan kenalan atau saudaranya untuk tinggal di rumah rusun dan timbulah
kecemburuan sosial, namun tidak ada investigasi secara konkrit tentang
kecurigaan-kecurigaan tersebut.
Observasi
yang dilakukan di daerah Muharto ini juga menemukan permasalahan sampah yang
cukup rumit antara masyarakat setempat dengan DKP (Dinas Kebersihan dan
Pertamanan) Kota Malang. Terjadi perbedaan pendapat antara DKP dan masyarakat
Muharto. Seorang RW di Muharto menyatakan bahwa daerah Muharto sangat
kekurangan TPS, DKP hanya menyediakan 1 TPS saja padahal jumlah penduduk
Muharto juga cukup padat. Sedangkan DKP menyatakan sudah memfasilitasi daerah
Muharto dengan 2 TPS. Akan tetapi, di Lapangan hanya ditemukan 1 TPS saja
dengan keadaan yang bisa dikatakan sudah tidak layak. Warga sudah sering
bekerja sama dengan banyak pihak tentang gerakan anti sampah, seperti dengan
Jawa Pos, Malang Pos, dan mahasiswa. Akan tetapi, karena jumlah TPS yang minim
gerakan tersebut hanya sia-sia, dan kurang adanya follow up juga dari pemerintah kota.
Data
dan fakta ini semakin meningkatkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah.
Pemahaman masyrakat mengenai pelayanan publik juga harus ditingkatkan. Kemudian
bagaimana dan kepada siapa masyarakat harus melapor jika maladministrasi
terjadi juga perlu disosialisasikan dengan jelas agar tindakan-tindakan tersebut
tidak berkelanjutan dan membudaya di kalangan birokrat.
Solusi Penanganan Penyimpangan
Pelayanan Publik
Fatimah, Andriyansyah dan Ulumuddin
(2016: 16) menyatakan bahwa salah satu hak masyarakat dalam pelayanan publik
adalah mendapatkan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asa dan tujuan
pelayanan. Setelah sedikit mengetahui berbagai bentuk maladministrasi atau
penyimpangan pelayanan publik
tentu diperlukan sebuah penangan yang serius sesuai data dan fakta yang ada dan
pengetahuan masyarakat tentang pelayanan publik. Berikut ini ada beberapa solusi
yang ditawarkan untuk meminimalisasi hingga menuntaskan permaslahan pelayanan
publik dan diharapkan dapat mengembalikan citra pemerintah di mata masyarakat,
dan terwujudnya sikap saling percaya untuk pembangunan yang mensejahterakan.
1.
Memberikan
penyuluhan kepada masyarakat mengenai pelayanan public dan maladministrasi.
Diharapkan dengan adanya penyuluhan ini dapat menambah pengetahuan dan
pemahaman masyarakat terkait apa saja yang menjadi hak nya di dalam penyelenggaraan
pelayanan publik.
2.
Mensosialisasikan
lembaga-lembaga yang menangani penyimpangan atau korupsi pelayanan publik
kepada masyarakat, seperti Ombudsman Republik Indonesia, Malang Coruption Watch dan Indonesia
Coruption Watch.
a.
Kenalkah anda dengan Ombudsman? Ombudsman adalah Lembaga independen yang memiliki
wewenang dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari APBN atau APBD. Lembaga ini tersebar juga di
beberapa Negara, khusus di Indonesia biasa di singkat ORI (Ombudsman Republik
Indonesia). Lembaga ini sudah memiliki dasar hukum pendirian yang sah pada UU
No.37 Tahun 2008..
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008
tentang Ombudsman Republik Indonesia: Membantu menciptakan dan meningkatkan
upaya untuk pemberantasan dan pencegahan praktek-praktek maladministrasi,
diskriminasi, kolusi, korupsi, serta nepotisme. Di harapkan sosialisasi tentang
ORI dapat mebantu masyarakat untuk tidak bingung lagi dalam menyampaikan keluh
kesah dan melaporkan ketika mengalami tindakan maladministrasi. Kantor pusat
ORI terletak di Jl. HR. Rasuna Said Kav.C-19 Kuningan (Gedung Pengadilan
TIPIKOR) Jakarta Selatan. ORI tersebar di seluruh Provinsi di Indonesia.
b.
Kita sebagai
aktivis pendidikan dari Pendidikan Luar Sekolah juga bisa bekerjasama dengan ICW dan MCW (Malang Coruption Watch) untuk melakukan
penelitian dan investigasi permasalahan penyimpangan pelayanan publik di Malang
Raya.
MCW
adalah Lembaga Swadaya Publik Antikorupsi yang bisa dibilang pelopor gerakan
anti korupsi pasca reformasi 98 dan mampu bertahan direlnya hingga saat ini.
MCW tetap menjadi lembaga anti korupsi yang paling dijadikan rujukan publik dan
media massa di Malang Raya. (http://www.jurnal.=malang.com/).
MCW
juga melakukan penelitian mengenai masalah tindak korupsi di ranah pendidikan.
Diharapkan dengan adanya kerjasama dengan MCW mengenai permasalahan KKN
(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dapat menindaklanjuti dengan tegas perilaku menyimpang pemerintah yang
sangat merugikan masyarakat. Sehingga kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah juga akan pulih dan proses pembangunan yang dilaksanakan berjalan
dengan lancar.
DAFTAR RUJUKAN
Ardiansyah, M. Fahridin.,
Ulumuddin, Zein Ihya’., Fatimah, Siti., Zainuddin. 2016. Panduan Melakukan Advokasi: Pahami dan Lakukan Perubahan. Malang:
Malang Coruption Watch.
Nurtjahjo, Hendra.,
Maturbongs, Yustus., Rachmitasari, Diani Indah. 2013. Memahami Maladministrasi. Jakarta: Ombudsman Republik Indonesia.
Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia. (Online), (http://www.bpkp.go.id/) diakses pada 12
Oktober 2016.
Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. (Online), (https://upp.polkam.go.id/) diakses pada 12
Oktober 2016.
Rachmawati, Ira. 14
September 2016. Pasangan Ini Bayar Rp 4,5 Juta untuk KTP, KK, dan Administrasi
Nikah. Kompas. (Online), (http://regional.kompas.com/)
diakses pada 12 Oktober 2016.
Malang Coruption Watch. 2015. Malang Corruption
Watch (MCW) Profil Lembaga Anti Korupsi Malang Raya, (Online), (http://www.jurnal.=malang.com/).
BIODATA PENULIS
No comments:
Post a Comment