Sahabat pena mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah

MENAKAR POLA ASUH ABAD 21


MENAKAR POLA ASUH ABAD 21
Peran orangtua sangat penting dalam perkembangan anak. Anak bagaikan selembar kertas putih. Isi dari kertas putih tersebut tergantung apa yang telah diterimanya. Disinilah peran orangtua dibutuhkan. Orangtua adalah pengasuh utama bagi anak. Pola asuh orangtua sangat memengaruhi terbentuknya karakter anak.
UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak bab IV pasal 26 memperkuat hal tersebut dengan pernyataannya bahwa “(1) orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: (a) mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; (b) menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;  dan (c) mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak” (KPAI, 2013). Dari sini terlihatlah bahwa tanggung jawab orangtua sangat besar terhadap tumbuh kembang anak.
Pada abad 21 ini, arus teknologi dan globalisasi telah mengalami kemajuan yang signifikan. Akses informasi dan komunikasi semakin mudah dijangkau. Kehidupan anak abad 21 pun juga terpengaruh oleh hal tersebut yang dampaknya memengaruhi sikap dan perilakunya. Oleh karena itu pola pengasuhan pun perlu kemampuan dan strategi yang berbeda. Begitu pentingnya pola asuh ini akan berdampak pada perkembangan dan kesuksesan anak yang berkelanjutan. Namun tidak semua orangtua sadar akan pentingnya hal ini.
Kasus yang sedang tren akhir- akhir ini adalah maraknya pergaulan bebas para anak muda. Pengaruh pergaulan dan globalisasi menyebabkan anak dan remaja mudah mendapatkan informasi tentang pornografi, narkoba, minuman keras, rokok, gaya berpacaran, sosial media, dan informasi tren lintas negara tanpa menyaring dampak negatifnya. Contoh nyata yang terjadi belum lama ini adalah maraknya pemerkosaan seperti kasus Yuyun siswa SMP yang diperkosa dan dibunuh oleh 14 orang (Fatimah, 2016), dan Enno Parihah yang diperkosa kemudian dibunuh dengan gagang cangkul (Hardjono, 2016).         Contoh selanjutnya adalah kisah Karin Novilda (Awkarin) yang terkenal lewat foto instagram dan vlog (video blog) nya. Karin merupakan cerminan anak muda abad 21. Ia secara gamblang berani meng-upload foto dan video kehidupan kesehariannya yang nyeleneh seperti kebiasaan berkata kotor, berciuman dengan pacar, merokok, bertato, meminum minuman keras, dan gaya berpakaian yang ‘semau gue’ (Sadikin, 2016).
Berangkat dari keprihatinan terhadap lingkungan dan fenomena anak muda abad 21, maka penulis menghubungkannya dengan peran pola asuh orangtua. Jika orangtua sadar akan pola asuhnya, maka hal-hal tersebut dapat dicegah. Maka dari itu, perlu menakar kembali bagaimana pola asuh orangtua abad 21 ini dan bagaimana pola asuh yang baik di terapkan di abad 21.
Kesadaran Pengasuhan
Pengasuhan adalah anugerah serta tanggung jawab bagi orangtua sebagai konsekuensi menikah dan memunyai anak. Akan sangat disayangkan jika orangtua melaksanakannya tanpa kesadaran pengasuhan. Bagi pasangan yang menghendaki anak, pastilah berharap mempunyai anak yang tangguh, cerdas, dan berprestasi. Dalam mewujudkan harapan-harapan tersebut, orangtua mengaplikasikannya dalam pengasuhan.
Kenyataan yang sering terjadi, harapan-harapan tersebut sering diturunkan kepada anak, dan berharap anak meneruskan sesuatu yang belum dicapai oleh orangtua. Jika hal ini dilakukan, maka orangtua akan cenderung otoriter mengatur kehidupan anak sesuai kehendak orangtua. Ada pula orangtua yang terlalu membebaskan anaknya untuk berkembang, atau pengasuhan dilemparkan pada kakek-nenek, atau pengasuh.
Namun ada pula orangtua ysng telah sadar dalam pengasuhan, yang mebebaskan anak untuk berkembang, namun tetap melakukan pengawasan dan pembenaran jika anak salah. Jika pola pengasuhan orangtua sudah seperti ini tidak begitu bermasalah. Lebih baik dibanding permasalahan lain. Akan tetapi, untuk orangtua yang terlalu mebebaskan atau melemparkan hak asuhnya, jelas tidak tepat. 
Sebenarnya, jika orangtua mempunyai kesadaran pengasuhan, hal-hal demikian tidak akan terjadi. Sebab orangtua sudah sadar akan posisinya dan lebih memunyai pedoman tentang apa yang harus dilakukan. Sadar yang dimaksudkan disini bukan sekedar mengerti bahwa orangtua harus mencukupi kebutuhan anak dan menemani. Namun lebih dari itu. Orangtua harus memahami karakter anak dan cerdas mengambil solusi pada saat pengasuhan berlangsung.
Kesadaran pengasuhan merupakan suatu kesadaran bahwa pengasuhan anak adalah wadah untuk menumbuh kembangkan potensi anak, mengarahkan anak pada pencapaian kesejahteraan, dan membantu anak dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya pada setiap tahap kehidupannya dengan baik (Lestari, 2012: 39).
Dengan  memiliki kesadaran pengasuhan, orangtua akan menyadari bahwa dirinya merupakan orang pertama dan utama dalam pengasuhan. Orangtua akan melatih anak agar mampu beradaptasi dan bersosialisasi dengan lingkungan, mengontrol diri, meraih prestasi, berbudi luhur pekerti, serta membantu menemukan potensi dan jati diri.

Landasan Keluarga dan Pola Asuh
Keluarga merupakan tempat pertama dalam menjalani kehidupan. Keluarga merupakan sistem yang disusun oleh anggota yang saling bergantung dan memengaruhi satu sama lain dengan cara saling merespon (Brooks, 2011: 185). Maka dari itu, anggota keluarga pasti memiliki peran masing-masing yang saling berpengaruh satu sama lain. Kemudian pendapat lain mengatakan bahwa keluarga merupakan suatu kelompok sosial yang memiliki karakteristik tinggal bersama, melakukan kerjasama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi. (Murdock, 1965: 1)
Dari pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan sistem yang disusun oleh anggota yang memiliki karakteristik hidup bersama, memiliki peran dan tugas tertentu, saling memengaruhi, memberikan kerjasama ekonomi, dan tempat pembentukan generasi baru. Dari uraian tersebut juga dapat disimpulkan bahwa keluarga memberikan dampak yang signifikan dalam pengasuhan anak. Maka dari itu, anggota- anggota keluarga, terutama orangtua dan anak, seharusnya dapat saling terbuka, berkomunikasi aktif, dan mengerti peran dan tugasnya. Begitu pula dengan orangtua, yang harus sadar sebegai pengasuh.
Pengasuhan mempunyai berbagai gaya (styles parenting) salah satunya yang dipelopori oleh Baumrind. Ada tiga pola pengasuhan (style parenting), yaitu authoritative, authoritarian, dan permissive. gaya pengasuhan yang permissive cenderung memberi banyak kebebasan pada anak. orangtua cenderung menerima dan memaklumi segala perilaku yang dilakukan anak, namun kurang menuntut sikap tanggung jawab dan disiplin.
Pola pengasuhan yang otoriter dilakukan oleh orangtua yang selalu berusaha membentuk, mengontrol, mengevaluasi tindakan anak agar sesuai dengan yang diharapkan orangtua. pada pola pengasuhan otoriter, orangtua beranggapan mereka lah yang paling tahu bagaimana yang terbaik untuk anak. Otoriter mengutamakan kepatuhan anak. hukuman sebagai sanksi apabila anak tidak patuh. hal ini menyebabkan persepsi antara anak dan orangtua yangaberbeda timbul, sehingga orangtua kurang mengerti tentang anak. Menurut Baumrind, yang paling dianggap baik adalah pola asuh authoritative. Yakni pola asuh yang demokratis. Anak diberi kebebasan mengepkspresikan diri, namun orangtua tetap memantau dan membenarkan apabila dirasa menyimpang dan kurang tepat. orangtua ini tanggap dengan kondisi anak, dan terbuka dalam komunikasi (Baumrind, 1966).
Fenomena Anak Abad 21
Seperti yang telah dijelaskan bahwa anak abad 21 adalah anak yang berada pada kondisi kemajuan teknologi dan globalisasi.
Hal tersebut berpengaruh pada sikap dan perilakunya. Mereka lebih menyukai hal- hal instan, dapat dengan mudah mencari informasi, dan multitasking. Yang dimaksud multitasking, ia bisa belajar sambil mendengarkan musik, menonton televisi, dan bermain gadget. Adanya internet membuat mereka cepat menjelajahi informasi dimanapun, sehingga mereka mengenal budaya daerah atau negara lain. Facebook, path, instagram, whatsapp, line, dan jejaring sosial lainnya menjadi candu bagi mereka. Anak abad ini telah mengenal game online dan menjadi candu pula untuk mereka.
Fenomena anak dan tingkah laku remaja saat ini antara lain adalah (1) Alay. Kata-kata seperti “ciyus, miapah?” plesetan dari kata serius, demi apa pernah sangat ngetren dikalangan anak dan remaja. Hal ini akan berbahaya untuk perkembangan anak, sebab mereka sedang krisis identitas, (2) Jejaring sosial. Mereka berlomba-lomba menarik perhatian dalam facebook, instagram, path, dan merasa hebat jika menjadi seleb, (3) Kecanduan game online. Hal ini jelas tidak baik sebab mengganggu konsentrasi dan prestasi belajar anak. akibat dari kecanduan game online ini, ada yang sampai dibawa ke rumah sakit untuk penanganan pskologisnya, (4) kecanduan pornografi. Kecanduan ini diakibatkan karena kurangnya pengawasan orangtua dan mudahnya akses internet untuk mendapatkannya. (Yusnadewi, 2013)

Kasus Orangtua Abad 21
Dengan maraknya pengaruh teknologi, komunikasi, dan globalisasi bukan hanya anak saja yang terserang, orangtua pun juga. ada cerita yang didapat dari pengalaman Yusnadewi selaku psikiatri yang dapat dijadikan contoh pola asuh orangtua saat ini. Cerita tersebut pada intinya menjelaskan orangtua yang terkena pengaruh globalisasi dengan adanya mall sehingga sering berbelaja di mall.Kemudian ia lalai dengan anak sehingga pengasuhan diserahkan pada pengasuh (baby sitter) (Yusnadewi, 2013). Contoh ini mengatakan bahwa orangtua belum menerapkan pola asuh yang baik.
Contoh lain adalah maraknya kasus perceraian yang terus bertambah dari tahun ke tahun. data dari Kementrian Agama RI yang dikutip dari pikiran rakyat.com, mengemukakan sebagai berikut. “(1) Pada tahun 2009: menikah 2.162.268 kejadian, bercerai 216.286 kejadian. (2) Pada tahun 2010: menikah 2.207.364 kejadian, bercerai 285.184 kejadian. (3) Pada tahun 2011: menikah 2.319.821 kejadian, bercerai 258.119 kejadian. (4) pada tahun 2012: menikah 2.291.265 kejadian, bercerai 372.577 kejadian. (5) Pada tahun 2013: menikah 2.218.130, bercerai 324.527 kejadian”. (Munady, 2015)
Kasus perceraian tersebut membuktikan bahwa pengetahuan orangtua tentang berkeluarga dan pengasuhan belum maksimal. Jika orangtua sadar, maka mereka akan mengerti dampaknya terhadap anak dan yang lain, sehingga ia akan berusaha mencegah agar tidak terjadi perceraian. Dengan adanya perceraian ini, dampaknya sangat kompleks. Mulai dari diri orangtua sendiri, lingkungan, pekerjaan, keluarga, dan jelas berpengaruh pada kepribadian anak. Pasca bercerai, pola asuh yang diterapkan akan berbeda. Pola asuh ini belum tentu sesuai dengan karakter anak. Jika orangtua tetap tidak menakar dan sadar tentang pola asuh, anak akan merasakan berbagai dampak negatif akibat ini. Bisa jadi narkoba, pergaulan bebas, atau seks bebas.
Di tambah dengan karakter abad 21 ini, semakin besar kemungkinan anak terjangkit kasus-kasus tersebut. Anak abad 21, sangat rawan terjangkit virus westernisasi. Dengan demikian, pergaulan negara barat juga dapat ditiru oleh anak sekarang. Fenomena anak abad 21 seperti contoh kasus yang penulis ungkapkan di awal pembahasan. Maka dari itu, orangtua perlu menakar kembali bagaimana pola asuh yang diterapkan selama ini.
Pola asuh yang baik adalah pola asuh yang memahami bagaimana karakteristik anak. Pola asuh yang paling baik menurut Baumrid adalah authoritative. Namun selain itu, pola asuh lain juga tetap bisa digunakan menyesuaikan dengan keadaan. Pada saat tertentu orangtua dapat menggunakan permissive, dan pada kesempatan lain lebih baik jika menggunakan authoritarian. Intinya, orangtua harus cerdas mempadu padankan pola asuh dan pintar membaca keadaan. Sehingga, anak tetap dibawah arahan orangtua tanpa merasa tertekan dan merasa nyaman jika berada di dekat orangtua.
DAFTAR RUJUKAN
Brooks, Jane., Sekartaji. (Ed.). 2011. The Process Of Parenting. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baumrind, Diana. 1966. Child Development: Effect Of Authoritative Parental Control on Child Behavior 37 (4). (Online). (https://www.jstor.org/stable/1126611?seq=1#page_scan_tab_contents), diakses 21 Oktober 2016.
Fatimah, Susi. 2016. Yuyun Anak 14 Tahun Yang Tewas Diperkosa 14 Orang.(Online). (http://news.okezone.com/read/2016/05/05/340/1380994/hot-news-yuyun-anak-14-tahun-yang-tewas-diperkosa-14-orang). Diakses 21 oktober 2016.
 Hardjono, Joniansyah. 2016. Karyawati Dibunuh Dengan Gagang Cangkul. (Online). (https://m.tempo.co/read/news/2016/05/18/064771904/karyawati-dibunuh-pakai-gagang-cangkul-ini-kronologinya). Diakses 21 oktober 2016.
Sadikin, Rendy. 2016. Fakta Sosok Karin Novilda. (Online). (http://www.tribunnews.com/seleb/2016/07/24/fakta-fakta-sosok-karin-novilda-alias-awkarin-yang-ramai-dibicarakan-netizen?page=6 ).  Diakses 21 oktober 2016.
Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga (Penanganan Nilai dan Konflik dalam Keluarga). Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Munady. 2015. Angka Perceraian di Indonesia Sangat Fantastis. (Online). (http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2015/12/22/354484/angka-perceraian-di-indonesia-sangat-fantastis). Diakses 12 oktober 2016.
Murdock, George Peter. 1949. Social Structure. United States Of America: Collier- Macmillan. Dari Archive, (Online), (https://archive.org/details/socialstructurem00murd), diakses 11 Oktober 2016.
Undang-Undang RI no. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.Komisi Perlindungan Anak Indonesia. (Online), (http://www.kpai.go.id/hukum/undang-undang-uu-ri-no-23-tahun-2002-tentang-perlindungan-anak/), diakses 1 Oktober 2016.
Yusnadewi, Suzy. 2013. Kiat menjadi orangtua hebat dengan metode mindfulness. Jakarta: PT. Gramedia.

BIODATA PENULIS

 Vega Hardikasari adalah mahasiswi Universitas Negeri Malang jurusan Pendidikan Luar Sekolah angkatan 2014. Ia lahir di Ponorogo, tanggal 02 Mei 1996. Alamat desa Suru, kec. Sooko, kab. Ponorogo. Putri dari bapak Supriyono dan Ibu Damirah. Memulai sekolah dasar di SDN 1 Sooko (2002-2008), berlanjut sekolah menengah pertama di SMPN 1 Ponorogo (2008-2011). dan menengah atas di SMAN 2 Ponorogo (2011-2014). Sekarang, penulis sedang menempuh pendidikan perguruan tinggi semester 5. Motto hidupnya “Bermimpilah dan Berjuanglah. Jika orang lain mampu, maka kau pun mampu”
Share:

No comments:

Postingan Populer

Labels

Blog Archive

Halaman Diunggulkan

LULUSAN PLS PENGANGGURAN? MITOS ATAU FAKTA

LULUSAN PLS PENGANGGURAN? MITOS ATAU FAKTA Tingginya tingkat pengangguran yang dialami oleh para lulusan perguruan tinggi me...