Sahabat pena mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah

  • CONTOH SURAT MOU MEDIA PARTNER

    Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk para pembacanya.. jangan lupa tinggalkan jejak (komentar/follow) selamat membaca :)

  • METODE PEMBELAJARAN TUTORIAL

    Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk para pembacanya.. jangan lupa tinggalkan jejak (komentar/follow) selamat membaca :)

  • PROBLEMATIKA PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DAN PEMBANGUNAN

    Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk para pembacanya.. jangan lupa tinggalkan jejak (komentar/follow) selamat membaca :)

  • CONTOH INSTRUMEN IDENTIFIKASI KEBUTUHAN

    Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk para pembacanya.. jangan lupa tinggalkan jejak (komentar/follow) selamat membaca :)

  • CONTOH LAPORAN KPL DI UPT PELATIHAN KERJA PASURUAN

    Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk para pembacanya.. jangan lupa tinggalkan jejak (komentar/follow) selamat membaca :)

EVALUASI PENGEMBANGAN BAHAN DAN MEDIA DALAM PEMBELAJARAN



Evaluasi Pengembangan Bahan dan Media Dalam Pembelajaran
Ditulis oleh:
Ridwan Pratama NH1, Rosiana Novita2, Siti Anisatus3, Vega Hardika4, Windy Kiswha C5



Bahan dan media adalah hal-hal yang tak dapat dipisahkan dari sebuah pembelajaran. Media digunakan sebagai alat dalam proses pembelajaran, sedangkan bahan adalah materi baik tertulis maupun tidak tertulis yang akan diberikan dalam proses pembelajaran. Bayangkan saja jika tidak ada kedua hal tersebut, akankah pembelajaran berlangsung lancar? Bahan dan media pembelajaran sangat penting dalam proses pembelajaran. Hal-hal tersebut merupakan struktur yang memperlancar proses pembelajaran. Namun bahan dan media pembelajaran sendiri juga harus menyesuaikan dengan kebutuhan dan karakter peserta didik.
Media adalah benda atau alat yang mampu membantu pelaku pendidikan dalam memenuhi segala tujuan pembelajaran atau tujuan besar dari pendidikan itu sendiri (Hamid, 149:2011). Media dipakai sebagai alat penghubung antara guru dan murid, sehingga adanya media dapat mengomunikasikan antara keduanya. Suatu media dapat dikatakan berhasil apabila media tersebut dapat membantu tercapainya tujuan pembelajaran. Sedangkan hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan bahan ajar yakni menganalisis kebutuhan, sehingga hal-hal yang diajarkan dapat berguna bagi kehidupan peserta didik.
Seiring berjalannya waktu, pendidikan di Indonesia mengalami perubahan yang signifikan. Dahulu, sistem pembelajaran di Indonesia lebih cenderung menggunakan sistem banking. Meskipun sekarang masih ada yang menerapkan sistem pembelajaran lama, namun sebagian besar telah menggunakan sistem pembelajaran baru. Perubahan zaman juga membuat media dan bahan ajar semakin bervariasi. Akan tetapi, dengan semakin majunya perkembangan media dan bahan ajar belum tentu cocok diterapkan kepada peserta didik. Begitu pula penerapan media dan bahan ajar yang ada di fakultas ilmu pendidikan, jurusan PLS, di Universitas Negeri Malang. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi ulang tentang kesesuaian media dan bahan ajar yang diterapkan selama ini pada mahasiswa. Tentang bagaimana materi atau bahan ajar yang diterapkan, berdampak kah untuk bekal kerja kelak, adakah yang harus di evaluasi, serta bagaimana media yang digunakan selama pembelajan, sesuaikah dengan karakter peserta didik, adakah yang harus di evaluasi? Hal-hal tersebut adalah fokus dari pembahasan kali ini.
Media merupakan alat saluran komunikasi yakni saluran komunikasi bagi pendidik dan peserta didik. Sedangkan media pembelajaran adalah benda atau alat yang mampu membantu pelaku pendidikan dalam memenuhi segala tujuan pembelajaran atau tujuan besar dari pendidikan itu sendiri (Hamid, 149:2011). Media merupakan alat penghubung bagi pendidik dan peserta didik yang membantu menyampaikan pesan pembelajaran. Media pembelajaran bisa berupa buku, film, rekaman video, dan lain sebagainya yang dapat merangsang peserta didik agar terjadi proses belajar.
Media pembalajaran yang baik adalah media pembelajaran yang menarik perhatian peserta didik, agar peserta didik mampu memfokuskan pada pesan yang diampaikan pada media tersebut. Selain itu, media yang baik adalah media yang dapat mengembangkan minat peserta didik agar bisa mengikuti materi atau bahan ajar yang disampaikan. Hal-hal yang mempengaruhi cocok atau tidaknya media tersebut diterapkan dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut.
1.      Tujuan pembelajaran
2.      karakteristik siswa
3.      modalitas belajar siswa (audio, visual, dan kinestetis)
4.      lingkungan ataupun ketersediaan fasilitas pendukung.
(Hamid, 2011: 152)
Bahan ajar merupakan Menurut National Centre for Competency Based Training (2007), adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bahan yang dimaksudkan dapat berupa bahan tertulis maupun tidak tertulis (Rusyanti, 2014). Bahan ajar dalam perkuliahan berupa materi yang dibahas pada setiap pertemuan. Keduanya merupakan elemen penting dalam pembelajaran. Jika tidak ada kedua elemen ini, pemebelajaran akan sulit dilaksanakan. Agar bahan ajar sesuai atau cocok disampaikan kepada peserta didik, maka penyusunan bahan ajar harus diawali dengan analisis kebutuhan peserta didik. Misalkan jika peserta didiknya adalah petani, maka bahan ajar yang diberikan yakni berhubungan dengan kehidupan petani yakni dengan memberikan pengetahuan tentang bibit-bibit unggul, cara memberantas hama, ataupun teknik-teknik pemasaran. Hal-hal tersebut akan berpengaruh terhadap kehidupan petani. Jika peserta didiknya adalah petani, tidak akan tepat jika diberikan materi tentang rumus phytagoras, atau cara mengukur tingkat kecepatan sepeda motor.
Begitu pula dalam menyusun bahan ajar untuk mahasiswa jurusan Pendidikan Luar Sekolah. Diperlukan penyusunan bahan ajar yang diawali dengan analisis kebutuhan. Analisis kebutuhan tersebut minimal terhadap 3 dimensi, yakni (1) nilai-nilai yang di inginkan dan nilai yang ada pada saat ini di masyarakat, termasuk peserta didik, orangtua, dan masyarakat; (2) Ciri dan karakteristik yang dibutuhkan peserta didik serta ciri dan karakteristik pada saat ini; (3) Ciri dan karakteristik yang di inginkan pelaksana pendidikan di lapangan saat ini (Daryanto, 2013: 184). Pada intinya, bahan ajar yang diberikan pada mahasiswa jurusan PLS harus memenuhi kebutuhan dirinya, di harapkan orangtua serta masyarakat.
Dalam dunia pendidikan kita sering mendengar kata evaluasi. Tidak banyak orang yang mengetahui bahwa hakikat dari dari evaluasi dan bahkan apa itu itu evaluasi terkdang disalah artikan oleh seroang guru. Padahal seorang guru memiliki salah satu kewajiban yakni melakukan evaluasi kepada program pembeleajaran yang telah dilakukan. Evaluasi sering disalah artikan oleh seorang  guru dengan kata ujian, padahal ujian hanya salah satu bentuk evaluasi. Jika ujian tidak dilaksanakan dengan baik dari segi penyusunan Intsrumennya, bahkan ujian pun yang dibuat asal-asal tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk evaluasi. Bloom (1971) mendefinisikan evaluasi, sebagaimana kita lihat, adalah pengumpulan kenyataan secara sistematis untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan dalam diri siswa dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam pribadi siswa. Sejalan dengan itu, Stufflebeam (1971), mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan. Evaluasi adalah suatu proses untuk merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat beberapa alternatif dalam mengambil keputusan. Sesuai dengan pengertian tersebut maka setiap kegiatan evaluasi atau penilaian merupakan suatu proses yang sengaja dilaksanakan untuk memeperoleh informasi atau data; berdasarkan data tersebut kemudian dicoba membuat keputusan. Dimana informasi data yang dikumpulkan itu haruslah data yang sesuai dan mendukung tujuan evaluasi yang direncanakan. Tujuan evaluasi bisa berbeda dengan tujuan dari ujian. Secara sederhana evalusi digunakan untuk memeperbaiki sistem dengan cara memberi penilaian berdasarkan data yang diambil dari suatu atau sekelompok objek. Sedangkan ujian dapat dilakukan tanpa ada tujuan untuk memeperbaiki nilai. Ujian juga dapat dilakukan hanya untuk menyaring dan menentukan kelas dari kumpulan objek.
Fungsi evaluasi didalam pendidikan tidak dilepaskan dari tujuan evaluasi itu sendiri. Di dalam batasan tentang evaluasi pendidikan yang telah dikemukakan tersirat bahwa tujuan evaluasi pendidikan ialah untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan sampai dimana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian-pencapaian tujuan kurikuler. Di samping itu, juga dapat digunakan oleh guru-guru dan para pengawas pendidikan untuk mengukur atau menilai sampai dimana keefektifan pengalaman-pengalaman mengajar, kegiatan-kegiatan belajar, dan metode mengajar yang digunakan. Dengan demikian dapat dikatakan betapa penting peranan dan fungsi evaluasi itu dalam proses belajar-mengajar. Adapun fungsi pelaksanaan evaluasi adalah sebagai berikut:
1. Evaluasi berfungsi selektif Dengan cara mengadakan evaluasi guru mempunyai cara untuk magadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya. Evaluasi itu sendiri mempunyai berbagai tujuan, antara lain: Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu. Untuk memilih siswa yang dapat naik kelas atau tingkat berikutnya. Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa. Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah dan sebagainya.
2. Evaluasi berfungsi diagnostik Apabila alat yang digunakan dalam panilaian cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa. Disampaing itu, diketahui pula sebab dari kelemahan itu. Jadi dengan mengadakan penilaian, sebenarnya guna mengadakan diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya. Dengan diketahui sebab-sebab kelemahan ini, akan lebih mudah dicari cara untuk mengatasi.
3. Evaluasi berfungsi penempatan System baru yang kini banyak dipopulerkan di Negara barat, adalah sistem belajar sendiri. Belajar sendiri dapat dilakukan dengan cara mempelajari sebuah paket belajar, baik itu berbentuk modul maupun paket belajar yang lain. Sebagai alasan dari timbulnya sistem ini adalah adanya pengakuan yang besar terhadap kemampuan individual. Setiap siswa sejak lahirnya telah membawa bakat-bakat sendiri sehingga pelajaran akan akan lebih efektif apabila disesuaikan dengan pembawaan yang ada. Akan tetapi, disebabkan karena keterbatasan sarana dan tenaga, pendidikan yang bersifat individual kadang-kadang sukar sekali dilaksanakan. Pendekatan yang lebih bersifat melayani perbedaan kemampuan, adalah pengajaran secara kelompok. Untuk dapat menentukan dengan pasti di kelompok mana siswa yang sama, akan berada dalam kelompok yang sama dalam belajar.
4. Evaluasi berfungsi sebagai pengukur keberhasilan Fungsi keempat dari penilaian ini dimaksudkan untuk mengathui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan. Keberhasilan program ditentukan oleh beberapa faktor yaitu faktor guru, metode mengajar, kurikulum, sarana, dan system administrasi.
Dalam dunia pendidikan, khususnya dunia persekolahan, evaluasi mempunyai makna ditinjau dari berbagi segi:
a. Makna bagi siswa dengan diadakannya evaluasi, maka siswa dapat mengetahui sejauh mana telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Hasil yang diperoleh siswa dari pekerjaan menilai ini ada kemungkinan: Memuaskan,- Jika siswa memperoleh hasil yang memuaskan dan hal itu menyenangkan, tentu kepuasan itu ingin diperolehnya lagi pada kesempatan yang lain. Tidak memuaskan,- Jika siswa tidak puas dengan hasil yang diperoleh, ia akan berusaha agar lain kali keadaan itu tidak terulang lagi.
b. Makna bagi guru dengan hasil penilaian yang diperoleh guru akan dapat mengetahui siswa-siswa mana yang sudah berhasil menguasai bahan, maupun mengetahui siswa-siswa yang belum berhasil menguasai bahan. Guru akan mengetahui apakah materi yang diajarkan sudah tepat bagi siswa sehingga untuk memberikan pengajaran di waktu yang akan datang tidak perlu diakan perubahan.
c. Makna bagi sekolah apabila guru-guru mengadakan penilaian dan diketahui bagaimana hasil belajar siswa-siswanya, dapat diketahui pula apakah kondisi belajar yang diciptakan oleh sekolah sudah sesuai dengan harapan atau belum. Hasil belajar merupakan cermin kualitas sesuatu sekolah. Informasi dari guru tentang tidak tepatnya kurikulum untuk sekolah itu dapat merupakan bahan pertimbangan bagi perencanaan sekolah untuk masa-masa yang akan datang. Informasi hasil penilik yang diperoleh dari tahun ke tahun, dapat digunakan sebagai pedoman bagi sekolah, apakah yang dilakukan oleh sekolah sudah memenuhi standar atau belum ?.
Media pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran di jurusan PLS berbagai macam, antara lain LCD proyektor, kertas karton, buku materi, dan papan tulis. Proses pembelajaran di jurusan ini lebih sering menggunakan LCD proyektor sebagai media pembelajaran karena metode yang digunakan adalah presentasi oleh dosen maupun mahasiswa. Namun, tidak jarang dosen juga menggunakan papan tulis ketika menjelaskan materi pembelajaran. Ada juga dosen yang mewajibkan setiap mahasiswa untuk mempunyai buku yang terkait dengan pembejaran tersebut. Tidak hanya itu, ada juga yang menggunakan kertas karton sebagai media pembelajaran ketika praktik, contohnya praktik pemetaan desa dan identifikasi masalah.
Media pembelajaran yang digunakan tersebut, masih perlu dikembangkan lagi agar proses pembelajaran bisa berlangsung kondusif dan mahasiswa PLS menjadi lebih semangat. Selain itu, agar pembelajaran menjadi lebih menarik sehingga mahasiswa tidak merasa bosan dan aktif. Sebaiknya ada pengembangan media pembelajaran, misalnya dalam bentuk permainan karena warga belajar dalam jurusan PLS terdiri dari berbagai usia.
            Bahan ajar yang diterapkan dalam jurusan PLS adalah bahan ajar yang terkait dengan konsep PLS, lembaga-lembaga PLS, bagaimana pelaksanaan PLS dalam masyarakat, dan bagaimana PLS bisa menjadi pendidikan alternatif untuk peningkatan kemampuan, keterampilan dan kualitas hidup masyarakat. Dalam PLS UM sendiri terdapat 3 konsentrasi yaitu manajemen PAUD, pelatihan, dan pemberdayaan masyarakat. Jadi, bahan ajar yang disampaikan pun disesuaikan dengan 3 ranah tersebut.
Dalam manajemen PAUD, bahan ajar yang disampaikan adalah bahan ajar untuk memberikan keterampilan misalnya menulis, membaca, menyanyi, menggambar dan mewarnai, membuat kerajinan tangan, dan belajar sambil bermain. Maka dari itu diperlukan media pembelajaran yang menarik dan sesuai dengan anak usia dini agar mereka dapat memahami bahan ajar tersebut dengan baik dan senang hati. Selain itu, karakteristik anak usia dini yang masih suka bermain dan memiliki rasa ingin tau yang tinggi bisa dijadikan indikator dalam pemilihan bahan ajar yang mudah dipahami dan media yang menyenangkan dan tidak membahayakan.
Dalam pelatihan, bahan ajar yang disampaikan adalah bahan ajar yang terkait dengan konsep pelatihan, tujuan pelatihan dan bagaimana pelaksanaan pelatihan tersebut. Sasaran pelatihan sendiri bisa berasal dari berbagai usia dan kalangan. Bahan ajar dan media yang digunakan saat pelaksanaan pelatihan harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan, pekerjaan, dan usia peserta pelatihan.
Dalam pemberdayaan masyarakat, bahan ajar yang disampaikan adalah bahan ajar yang terkait dengan bagaimana cara membuat masyarakat berdaya sehingga mampu meningkatkan kualitas hidup mereka. Masyarakat yang diasumsikan kurang berdaya adalah masyarakat yang memiliki permasalahan dan tidak mampu menyelesaikan permasalahan tersebut. Ada pula masyarakat yang memiliki potensi baik itu potensi dalam hal sumber daya manusia maupun sumber daya alam namun tidak bisa mengoptimalkan potensi tersebut dalam peningkatan kualitas hidup mereka. Maka dari itu, mahasiswa PLS sebagai agen perubahan diharapkan mampu menjadi fasilitator dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan. Namun, dalam realitanya mahasiswa PLS masih belum banyak terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat. Masih banyak juga lembaga-lembaga PLS yang belum diketahui oleh mahasiswa PLS. Maka dari itu, sebaiknya mahasiswa PLS sebaiknya turut serta dalam berbagai kegiatan tersebut. Selain menambah pengalaman, hal tersebut juga bisa dijadikan sebagai bentuk pengaplikasian tridharma perguruan tinggi dan penerapan ilmu yang telah didapatkan selama ini. Selain itu, bisa digunakan sebagai upaya menguji kemampuan diri dalam berbaur dengan masyarakat dan mencari solusi atas permasalahan yang mereka hadapi.
Yang signifikan dimasa sekarang ini media sangatlah mempengaruhi kehidupan pendidikan yang dialami setiap manusia, mulai dari pola prilaku hingga dampak-dampak yang ditimbulkan dari medianya sendiri dan pengguna media terlebih dengan generasi yang disebut generasi XYZ yang sangat “kental” dengan penggunaan media dalam kehidupan sehari-hari dan canggih tentunya. Dalam konteks komunikasi untuk menyampaikan pesan saat ini “tidak perlu melangkah lebih jauh”. Namun yang patut menjadi refleksi kita bersama yakni sekarang pengaruh media yang digunakan dalam dunia pendidikan dengan bassis apapun itu efektif dan efisien kah untuk menciptakan generasi-generasi yang berkualitas? mampukah pengguna media dalam dunia pendidikan benar-benar mengenali batasan-batasanya hingga dampak-dampaknya? dan tentunya jikalau hal tersebut terwujud maka dapat diyakini bahwa evaluasi berperan dan memiliki kewenangan yang sangat urgen dalam implementasi suatu media yang ada dimasyarakat, evaluasi memberikan pedoman atau nilai-nilai untuk pelaksanaan (penggunaan) suatu media yang bertahan dimasyarakat dan membawa arah serta perubahan yang progresif demi masyarakat yang berdikari dan berkemajuan.

DAFTAR PUSTAKA

Daryanto. 2013. Inovasi Pembelajaran Efektif. Bandung: Yrama Widya. (online) (http://www.eurekapendidikan.com/2014/10/pengertian-dan-Peranan-evaluasi-pembelajaran.html). Diakses tanggal 5 Desember 2016.
Hamid, Moh. Sholeh. 2011. Metode Edu Tainment (Menjadikan Siswa Kreatif dan Nyaman di Kelas). Yogyakarta: DIVA Press.
Rusyanti, Hetty. 2014. Pengertian Bahan Ajar Menurut Ahli. (Online)
Share:

TERKIKISNYA KESADARAN KRITIS DALAM PERGURUAN TINGGI



Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh....
Salam sejahterah untuk kita semua.
Apa kabarnya teman-teman hari ini? Saya harap sehat selalu.
Sudah lama nih saya nggk buka blog dan memposting. Maklum, mahasiswa sok sibuk hhe..yang katanya banyak kerjaan sampai lupa ini itu. Kali ini saya akan memposting materi diskusi yang ada di adakan HMJ PLS. Semoga bahan ini bermanfaat untuk teman-teman semuanya.. yuk disimak. :)


Terkikisnya Kesadaran Kritis dalam Perguruan Tinggi
Oleh : Ardianyah Prainhantanto



“Suasana yang diam-diam membuat pengetahuan dikarantina dari pergulatan, konflik kelas dan misi pembebasan.” (Prasetyo, 2015: 132)

            Setiap manusia pastilah memerlukan pendidikan dalam hidupnya untuk mengembangkan potensi dirinya dan untuk mencapai tujuan tertentu dalam hidupnya, salah satunya untuk mobilisasi sosial. Seperti yang diungkapkan dalam Nuryanto (2011: 81), pendidikan adalah media untuk menyiapkan dan melegitimasi bentuk-bentuk tertentu kehidupan sosial. Dari pendapat tersebut dapat kita ketahui bahwa di dalam pendidikan ada pihak yang mempersiapkan pendidikan, salah satu yang kita kenal adalah lembaga pendidikan. Jika kita telah dipersiapkan oleh lembaga pendidikan yang dalam konteks ini adalah perguruan tinggi, sudahkah anda bertanya “Apa bentuk kehidupan sosial yang dipersiapkan untuk saya?”
            Dewasa ini kita hidup di dalam masyarakat termasuk di bidang pendidikan yang tidak lepas dari  pengaruh globalisasi dan neoliberalisme. Neoliberalisme adalah lanjutan dari liberalisme yang dicetuskan oleh Adam Smith. Paham ini menghendaki pertama, mekanisme pasar digunakan untuk mengatur ekonomi global. Kedua, lebih menekankan pada kesejahteraan dan kemakmuran individu. Ketiga, otoritas individu lebih ditekankan daripada otoritas pemerintah (negara). Semua konsep tentang neoliberalisme tadi akan berhasil jika globalisasi terjadi, terutama pada konsep pertama. Dampak nyata globalisasi dan neoliberalisme bagi Indonesia adalah MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) yaitu liberalisasi pasar di kawasan Asia Tenggara. Jadi mau tidak mau, Indonesia harus menyiapkan sumber daya manusianya untuk bersaing dalam pasar bebas Asia Tenggara.
            Seperti definisi pendidikan di atas, bahwa pendidikan digunakan untuk membentuk dan melegitimasi bentuk tertentu kehidupan sosial, hal ini secara tidak langsung membuat sistem pendidikan di Indonesia juga akan mempersiapkan dirinya untuk bersaing di dalam MEA. Dari sini sudah dapat kita pahami sistem pendidikan kita mulai menghamba pada sistem pasar, bukan sebaliknya. Sistem permintaan dan penawaran mulai menjangkiti sistem pendidikan kita, lembaga-lembaga pendidikan mulai menjadi penyedia pekerja bagi pasar yang menawar. Dicetaklah orientasi mencari pekerjaan di dalam lembaga pendidikan, mahasiswa tidak lagi dicetak  untuk menciptakan lapangan kerja dan memahami dunia.
            Kesadaran kritis mulai dikikis oleh sistem di atas, mahasiswa dibentuk agar siap menjadi pekerja-pekerja yang sesuai dengan permintaan pasar. Akhirnya orientasi mahasiswa dalam menempuh pendidikannya bukan untuk memahami  realitas dan sebagai agen perubahan tetapi untuk memperoleh pekerjaan. Kondisi inilah yang akan menyebabkan terbentuknya rasional teknokratik (technocratic rationality) yang mengedepankan uniformitas (penyeragaraman) dan konformitas. Ini adalah akibat dari budaya positivisme,  yang berpengaruh pada penyampaian ilmu kepada mahasiswa yaitu dengan mengorientasikan mereka untuk beradaptasi dengan dunia maysarakat industri (Nuryanto, 2011: 5). Paham ini membuat mahasiswa berpikir dunia (terutama kampus) sedang baik-baik saja, padahal sebenarnya tidak, kita telah berada dalam cengkraman neoliberalisme. Mahasiswa diibaratkan menjadi mesin yang siap untuk mengerjakan apa yang diperintahkan oleh dosennya. Mereka tidak diajak untuk melihat dan mempermasalahkan realitas. Kenyataan hidup juga sering tidak dihadirkan dalam ruang-ruang perkuliahan kita. Sehingga akan timbul pemahaman bahwa pengetahuan terpisah dari realitas hidup seseorang.

Kesadaran Kritis sebagai Jalan Keluar

            Kasus ini akan mengantarkan alienasi pada mahasiswa, maksudnya apa yang dipelajari mahasiswa tidak sesuai dengan kenyataan, mahasiswa akan terasingkan dari dunianya. Jika sistem pendidikan seperti ini terus menerus dijalankan, maka kita sebagai agent of change harus merubahnya menjadi pendidikan kritis yang bertujuan untuk mendobrak status quo sistem dan kekuasaan yang membelenggu. Untuk merubah kesadaran mahasiswa menjadi kritis, menurut Freire harus melewati tiga kesadaran, yaitu kesadaran magis, kesadaran naif, dan kesadaran kritis (Fakih dkk, 1999: xvi-xvii).
            Pertama, kesadaran magis, yaitu kesadaran yang tidak mampu memberikan analisa terhadap kaitan antar faktor yang mewarnai hidup manusia. Kesadaran ini memahami bahwa setiap masalah yang ada di kehidupan ini adalah takdir yang telah digariskan oleh Yang Maha Kuasa. Manusia dengan kesadaran seperti ini menjalani hidup dengan pasrah. Proses pendidikan model ini tidak memberikan kemampuan analisis kaitan antara sistem dan struktur terhadap satu permasalahn masyarakat (Fakih dkk, 199: xvi). Pengetahuan yang diperoleh oleh mahasiswa dari dosen, kebenarannya tidak dipertanyakan lagi dan tidak dikaji ulang soal hubungan ideologisnya dalam kehidupan sosial.
            Kedua, kesadaran naif, yaitu kesadaran yang menitik beratkan setiap permasalahan di masyarakat disebabkan oleh aspek manusianya sendiri. Misalkan ada permasalahan kemiskinan di suatu daerah maka permasalahan yang ada akan di privatisasi dalam dirinya sendiri. Kesadaran ini tidak mempertanyakan struktur dan sistem dalam memahami dunia. Tugas pendidikan dalam kesadaran naif adalah bagaimana membuat dan mengarahkan agar murid bisa masuk beradaptasi dengan sistem yang sudah benar (Fakih dkk, 199: xvii).
            Ketiga, kesadaran kritis, yaitu kesadaran yang lebih melihat sistem dan struktur sosial sebagai sumber dari permasalahan (Fakih dkk, 199: xvii). Dalam memahami pengetahuan, pendidikan kritis tidak akan lepas dari analisa secara kritis tentang ekonomi, politik, budaya dan sistem politik. Tugas pendidikan kritis adalah menciptakan ruang dan kesempatan agar mahasiswa terlibat pada pembentukan struktur secara fundamental baru dari strutur sosial yang sudah ada.
            Digunakanannya kesadaran kritis dalam kehidupan perguruan tinggi kita akan membuat kita menjaga jarak pada sistem pendidikan yang akan men-dehumanisasi mahasiswa. Kita akan menjadi sadara bahwa pendidikan tidak melulu soal belajar keilmuan di kelas. Tetapi diharapkan juga memahami realitas sosial yang dihadapi masing-masing mahasiswa. Jangan sampai muncul pendapat seperti yang diungkapkan dalam Prasetyo (2015: 122), lagi-lagi kuliah bukan kegiatan yang dipenuhi perdebatan riuh tapi ceramah dogmatis yang hanya butuh kepatuhan dan persetujuan.

Kesadaran Kritis Sebagai Alat Transformasi Sosial dan Cara Untuk Mendobrak Status Quo di Perguruan Tinggi

“Mahasiswa terasing dengan dengan dunia sosialnya dan kampus telah jadi ladang pengail laba!” (Prasetyo, 2015: 121)
Kita sudah lihat permasalahan di awal tadi bahwa kampus-kampus hari ini tidak bisa lepas dari cengraman neoliberalisme. Sebuah paham yang membuat kampus lebih memilih mem-privatisasi dirinya dalam mengelola sistem pendidikan dan perekonomian di dalam kampus. Salah satu dampak nyatanya adalah setiap tahun uang kuliah tunggal (UKT) perlahan naik namun pasti.
Jika kita sebagai mahasiswa tidak mencoba memahami permasalahan ini, maka selama menempuh studi di kampus  kita akan merasa baik-baik saja, padahal keadaan kampus sedang tidak baik-baik saja dan tidak memihak kepada orang yang tidak berpunya. Kesadaran kritis sangat diperlukan untuk membedah permasalahan ini, dan setiap pendidikan yang kita peroleh jangan dianggap sebagai pendidikan yang netral. Selayaknya mahasiswa, pendidikan yang kita dapatkan harus memihak dan dimanfaatkan bagi saudara-saudara kita yang masih tertindas, masih mengalami dehumanisasi terbelenggu karena sistem, di sinilah roh pendidikan kritis berada yaitu keberpihakan.
Kesadaran kritis mahasiswa juga harus bisa mendobrak status quo para birokrat kampus yang membuat kebijakan semena-mena tanpa mempertimbangkan sisi kemanusiaan bagi seorang mahasiswa. Kepentingan pasar di dalam kampus juga harus ditekan, agar mahasiswa dapat belajar dengan maksimal. Sehingga mahasiswa tidak lagi dipersiapkan untuk menghamba pada perusahaan tapi sebagai katalisator (pemercepat) perubahan sosial bagi Indonesia.

”Jangan tunduk pada kekuasaan yang mengekang.
Apapun caramu, lakukanlah Hai Kawanku!”

Daftar Rujukan
Azzet, Muhaimin Akhmad. 2011. Pendidikan yang Membebaskan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Nuryanto, M. Agus. 2011. Mazhab Pendidikan Kritis Menyingkap Relasi Pengetahuan Politik dan Kekuasaan. Jogjakarta: Resist Book
Prasetyo, Eko. 2015. Bangkitlah Gerakan Mahasiswa. Malang: Instrans
           
           
Share:

LAPORAN OBSERVASI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PADA LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT LPKP JATIM

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PADA LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT LPKP JATIM KECAMATAN KARANGLO KABUPATEN MALANG








BAB I
PENDAHULUAN
A.    Rasional Pemilihan Program
Keadaan sosial di Indonesia masih menjadi masalah utama dalam pemerintahan Indonesia, seperti kemiskinan ataupun kelaparan. Tak hanya itu, masalah yang terjadi secara alami pun menjadi penyebab keadaan sosial yang buruk, sebut saja bencana alam yang sering terjadi seperti halnya banjir, tanah longsor, atau pun tsunami. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh ulah tangan manusia yang tidak dapat melestarikan alam.
Pemberdayaan masyarakat miskin/kurang mampu tidak dapat dilakukan dengan hanya melalui program peningkatan produksi, tetapi juga pada upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat miskin. Terkait dengan upaya tersebut, maka keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menjadi sangat penting untuk melakukan sinergi dengan lembaga pemerintah. Dalam proses pendampingan pemberdayaan masyarakat miskin, LSM masih menghadapi kendala baik eksternal maupun internal. Peran LSM di Indonesia mengalami perkembangan dan transformasi fungsi, sesuai dengan paradigma pembangunan. Kondisi dan paradigma yang ada saat ini adalah terbukanya era globalisasi ekonomi yg diwujudkan dengan adanya proses internasional produksi, perdagangan, dan pasar uang.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas salah satu bagian dari organisasi nirlaba atau organisasi non profit, yaitu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Organisasi LSM ini dapat membantu pemerintah untuk mengurangi masalah sosial yang ada di Indonesia dengan visi dan misi LSM tersebut yang dapat mendidik kita sebagai manusia untuk memiliki rasa tolong-menolong dan solidaritas antar sesama manusia.

B.     Tujuan Studi Lapangan
Studi lapangan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengembangan Sumberdaya Manusia di LPKP Jatim.

C.    Hasil yang Diharapkan dari Studi Lapangan
Dalam kegiatan studi lapangan mengenai pengenmbangan SDM ini diharapkan penulis dapat memahami tentang penempatan SDM pada suatu organisasi sesuai dengan teori-teori yang telah dipelajari dalam perkuliahan.

D.    Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari studi lapangan adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui tentang sejarah LPKP Jatim
2.      Mengetahui struktur organisasi LPKP Jatim.
3.      Mengetahui tentang devisi dan kualifikasi pengalaman SDM LPKP Jatim.

BAB II
DESKRIPSI SASARAN

A.    Profil LPKP Jatim

Lembaga Pengkajian Kemasyarakatan dan Pembangunan Jawa Timur disingkat LPKP Jawa Timur beralamat di Wisma LPKP Jatim Lantai 1 Perumahan Karanglo Indah Blok I-4 Malang. Berdiri pada tahun 1988, dinotariskan pada tahun 1989 dengan nomor : 133/YYS/1989 LPKP Jatim mempunyai visi sebagai berikut:

Ikut serta mewujudkan masyarakat yang terbebas dari kemiskinan, kebodohan, ketertindasan, diskriminasi dan ketidakadilan gender serta beberbagai ketidakadilan lain dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.
Misi Perkumpulan LPKP Jatim adalah.
1.      Ikut serta mewujudkan pemberdayaan rakyat miskin, lemah dan  marginal yang berperspektif HAM (hak anak), gender dan lingkungan.
2.      Mengatasi permasalahan yang terjadi di masyarakat seperti kemiskinan, kebodohan, diskriminasi, ketertindasan dan ketidakadilan yang lain.
3.      Memerankan diri sebagai pendamping pengembangan sumberdaya manusia dalam peningkatan ekonomi rakyat, pengorganisasian masyarakat dengan bertumpu pada kearifan tradisional.
4.      Menunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan, keadilan,keterbukaan, kesetaraan, loyalitas, demokratis dan mengembangkan sikap rasional,kreatif,kerja keras dan tanggungjawab.

BAB III
TEMUAN HASIL STUDI LAPANGAN

A.    Sejarah berdiri

LPKP Jawa Timur adalah lembaga kader yang lahir dari kelompok studi “Kembang Rakyat” yang anggotanya mahasiswa dari Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP MALANG. Kelompok Studi ini berkiprah terbatas dalam membahas dan mendiskusikan tugas-tugas perkuliahan yang berkaitan dengan situasi kemasyarakatan.

Pada tahun 1988, anggota inti dari Kelompok Studi tersebut bersepakat untuk memformalkan organisasi menjadi organisasi sosial (Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM) yang memiliki akses yang luas dalam ikut serta memikirkan permasalah masyarakat. Organisasi tersebut dinamakan Lembaga Pengkajian Kemasyarakatan dan Pembangunan Jawa Timur yang disingkat LPKP Jawa Timur.

Pada tahun 1989 LPKP secara resmi disyahkan oleh Notaris Komalasari S.H, dengan nomor : YYS/133/1989. Kemudian pada Rapat Tahunan LPKP Jatim tanggal 18-19 Februari 2011, sebagian besar pengurus bersama staf tetap LPKP Jatim mendirikan Perkumpulan LPKP Jawa Timur, yang disahkan melalui Akta Notaris Abdurrahman Shodiq, SH,M.Kn No 1 Th 2011 tertanggal 12 September 2011.

Perkumpulan LPKP Jawa Timur adalah Organisasi yang keanggotaannya sebagian pendiri LPKP Jatim dan para staf LPKP yang memiliki komitmen untuk terus berjuang memberdayakan masyarakat melalui organisasi yang mandiri, demokratis, transparan dan akuntabel.

B.     Struktur LPKP Jatim

Kekuasaan tertinggi dalam Perkumpulan LPKP Jatim adalah Rapat Umum Anggota, dalam rapat tersebut memilih Badan Pengawas dan Badan Pengurus. Badan Pengawas terdiri dari 3 orang, sedangkan Badan Pengurus mulai dari Direktur, Kepala Bagian Administrasi dan Keuangan dan Para Kepala Bidang / Devisi.

Untuk mendukung pelaksanaan operasional kelembagaan, ditetapkan struktur kelembagaan perkumpulan dan personalia dengan penjelasan sebagai berikut :
Struktur Kelembagaan Perkumpulan
Personalia Perkumpulan LPKP Jatim
Sedangkan Personalia Perkumpulan LPKP Jatim yang disepakati dalam Rapat tanggal 22 s.d 24 Februari 2013 adalah sebagai berikut:
Pengawas : Prof Dr. Bambang Yudi Cahyono, Drs Suripan M.Pd,
Drs. Solechan, M.AP
Direktur : Anwar Sholihin
Kepala Bagian Administrasi dan Keuangan : Wiwit Indah Suryaningati,
Anggota : Isoe Pamungkas dan Yuda
Kepala Bidang / Devisi Lingkungan Lestari : Budi Susilo
Kepala Bidang / Devisi Perlindungan Perempuan dan Anak : Suti’ah
Kepala Bidang/Devisi Pemberdayaan Masyarakat Sipil: Abd Syukur
Pimpinan Program / Koordinator Program jika hanya menangani 1 program akan langsung di jabat oleh Kepala Devisi, sedangkan jika beberapa program akan direkrut profesional yang sesuai dari luar perkumpulan, termasuk para Fasilitator dan Pendamping.

C.    Devisi dalam LPKP Jatim

Menurut data yang ada, bidang kerja LPKP yang diwadahi dalam beberapa devisi sebagai berikut:

1.      Divisi Pengembangan Lingkungan Lestari

Beberapa pengembangan program yang telah dijalankan dan dikembangkan diantaranya adalah menangani bidang pertanian lahan kering (Konservasi Lahan dan Penghijauan), pertanian berkelanjutan melalui pengembangan pupuk organik, bibit lokal dan pengurangan input luar dengan mendorong tumbuh kembangnya usaha peternakan dan pengolahan bokasih sebagai bagian dari input pertanian serta pengembangan infrastruktur perkotaan termasuk sanitasi dan air bersih, pengembangan biogas rumah tangga dan pemanfaatan limbahnya untuk pengembangan kampung organik, yang bertumpu pada pengembangan partisipasi masyarakat.

2.      Divisi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Bidang HAM terutama Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Perempuan mencakup: Pemberian beasiswa bagi anak-anak tidak mampu, Pencegahan dan Penanganan Pekerja Anak dan BPTA, Pencegahan, Rehabilitasi dan Reintegrasi Korban Trafiking anak untuk ekploitasi seksual dan PRT Anak, Fasilitasi Kabupaten/Kota Layak Anak, memfasilitasi Pengembangan Sekolah Ramah Anak untuk mencegah anak-anak DO dan memasuki dunia kerja sejak dini.
Untuk pemberdayaan perempuan juga ditekankan pada peningkatan pendidikan bagi keluarga miskin perkotaan, pemberdayaan masyarakat sipil yang bertumpu pada strategi penguatan kelembagaan dan institusi local untuk pencegahan trafiking dan buruh migrant, Pencegahan dan Rehabilitasi Korban KDRT dan juga pemberdayaan Pekerja Sek komersial melalui pemberian ketrampilan usaha dan bantuan modal usaha.

3.      Divisi Pengembangan Demokrasi dan Penguatan Masyarakat Sipil

Pengembangan Program yang berkaitan dengan pengembangan demokratisasi dan penguatan hak-hak masyarakat sipil yang saat ini dikembangkan LPKP adalah terkait dengan mendorong partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran, pendidikan politik, serta berbagai program yang terkait dengan pemenuhan hak-hak sipil. Memfasilitasi Sekolah agar mengembangkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) untuk mendorong partisipasi, transparansi dan akuntabilitas sekolah sebagai lembaga peyanan publik. Memperkuat masyarakat pengguna layanan publik melalui penguatan Multi Stakeholders Forum, agar dapat berperan sebagai Lembaga Pemerhati Pelayanan Publik, sehingga para penyedia layanan dapat memberiu pelayanan secara optimal.

Bentuk-bentuk penguatan jaringan lain yang telah dirintis oleh LPKP jawa Timur adalah: Pembentukan dan Penguatan Organisasi Petani dan Jaringan Lokal, Pembentukan dan Penguatan Jaringan Penghapusan Pekerja Anak (JARAK), Memfasilitasi Pembentukan Gugus Tugas Kabupaten/Kota Layak Anak, Fasilitasi Penyusuna Perdes dan Perda Perlindungan Anak dll.

D.    Staf Pendukung

Sampai saat ini LPKP didukung oleh 20 orang staff (12 orang staf tetap dan 8 staf kontrak), dengan kualifikasi pendidikan sebagai berikut:
1 Sarjana Pendidikan Luar Sekolah
2 Sarjana Ekonomi
3 Sarjana Pertanian
4 Sarjana Peternakan
5 Sarjana Kesejahteraan Sosial
6 Sarjana Teknik Sipil dan Perencanaan
8        Sarjana Hukum
9. Sarjana Sastra Inggris

Sedangkan Kualifikasi pengalamannya antara lain :
1        Ahli dibidang perencanaan dan monev partisipatif
2        Ahli dibidang gender dan pemberdayaan perempuan
3        Ahli dibidang perlindungan anak dan pekerja anak
4 Ahli dibidang Pengorganisasian masyarakat
5 Ahli dibidang pengembangan ekonomi kerakyatan
6 Ahli dibidang pengembangan sanitasi lingkungan
7 Ahli dibidang pengembangan pertanian berkelanjutan
8 Ahli dibidang Peternakan
9 Ahli dibidang advokasi kebijakan publik
10 Ahli dibidang capacity building CBO

E.     Program-Program LPKP Jatim tahun 2016

Tahun 2016 ini ada 4 program yang sudah berjalan dalam LPKP Jatim yaitu (1) Pemanfaatan Kotoran Ternak untuk Biogas dan Kompos Organik yaitu teknologi yang menghasilkan bahan bakar bersih untuk memasak tapi juga menghasilkan gas sebagai sumber listrik, mengurangi asap dapur – berarti juga mengurangi masalah kesehatan, khususnya bagi kaum wanita – menghasilkan limbah alami yang bermanfaat bagi pertanian. (2) Program peduli gerakan Inklusi (3) Pekerja layak bagi pembantu rumah tangga (PRT). (4) Pemberdayaan Masyarakat dan Peternakan. Yaitu dengan Penanganan sektor tembakau di wilayah jawa timur. Untuk sumber dana LPKP Jatim memperoleh dari dinas sosial, PBB, ILO (jaringan LSM), pemerintah Australia, dan yang terakhir dari Kemenkeu sekaligus juga sebagai pengontrol. Sedangkan mitra kerja LPKP Jatim adalah HIVOS, KUD, PT Antara Tuban, Nestle, Pertamina, CV Estu Mandiri.

F.     Open Recruitment, Penempatan dan Pengembangan Karier Tenaga Kerja LPKP Jawa Timur

Dalam penerimaan tenaga kerja baru pada LPKP Jawa Timur Sebelum mengisi lowongan kerja, lembaga terlebih dahulu mencari orang-orang yang tidak hanya memenuhi syarat untuk posisi tersebut, namun juga menginginkan pekerjaan. LPKP Jatim memerlukan sejumlah tenaga kerja dalam usaha mewujudkan eksistensinya untuk pencapaian tujuan. Tenaga kerja tersebut berfungsi sebagai pelaksana pekerjaan yang menjadi tugas pokok organisasi.
Setelah diadakan perencanaan SDM, dan analisis serta klasifikasi pekerjaan, maka langkah berikutnya adalah melaksanakan rekrutman. Rekrutmen merupakan proses mencari, menemukan, dan menarik pelamar untuk dipekerjakan oleh LPKP Jatim. Oleh karena itulah rekrutmen sebagai salah satu kegiatan manajemen sumber daya manusia tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan deskripsi dan spesifikasi pekerjaan atau jabatan sebagai hasil analisis pekerjaan atau jabatan yang memberikan gambaran tentang tugas-tugas pokok yang harus dikerjakan. Sasaran dari perekrutan adalah untuk menyediakan pasokan tenaga kerja yang cukup untuk memenuhi kebutuhan organisasi. Dengan mengerti apa yang dilakukan oleh tenaga kerja, analisis pekerjaan (job analysis) adalah dasar dari perekrutan.
Adapun teknik rekrutmen dalam LPKP Jatim yaitu dengan menyebar luaskan informasi lowongan pekerjaan melalui sosial media dengan waktu yang ditentukan. Untuk bulan ini akan diadakan perekrutan kerja untuk program penanganan sektor tembakau yang ada di Jawa Timur. Kamudian untuk klasifikasi pelamar secara garis besar adalah mereka yang sudah memiliki pengalaman kerja atau sudah pernah bekerja dalam program LPKP sebelumnya dan lulusan S1 di bidang keilmuannya/ahli dibidangnya seperti sarjana pertanian, sarjana pendidikan luar sekolah dan lain-lain. Setelah selesai proses penerimaan para pekerja maka LPKP Jatim mengorientasi para karyawannya selama 1-3 bulan.

Penempatan kerja dalam LPKP Jatim adalah sesuai dengan domisili tenaga kerja berada ataupun sesuai dengan pihak LPKP Jatim yang memilihkan langsung penempatan kerja pada karyawannya dimana. Sedangkan pengembangan karier dalam LPKP Jawa Timur dinilai berdasarkan kinerja dan evaluasi program yang telah dilaksakan. Karena sistemnya adalah kontrak jadi pegawai yang kerjanya bagus akan dipanggil lagi untuk kerja dengan LPKP Jawa Timur dengan program yang sama/berbeda di tahun berikutnya.


BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan Hasil Studi Lapangan

LPKP Jawa Timur adalah lembaga kader yang lahir dari kelompok studi mahasiswa “Kembang Rakyat”. Kelompok Studi tersebut awalnya berkiprah terbatas dalam membahas dan mendiskusikan tugas-tugas perkuliahan yang berkaitan dengan situasi kemasyarakatan. Pada tahun 1988, tepatnya tanggal 17 Januari 1988, anggota inti dari Kelompok Studi tersebut bersepakat untuk memformalkan organisasi menjadi organisasi sosial (Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM) untuk ikut serta memikirkan permasalah masyarakat, termasuk permasalahan pendidikan anak sebagai calon-calon generasi penerus bangsa. Organisasi sosial tersebut dinamakan Lembaga Pengkajian Kemasyarakatan dan Pembangunan Jawa Timur yang disingkat LPKP Jawa Timur.
Visi LPKP Jatim adalah Terwujudnya lembaga yang mandiri, dalam rangka membangun masyarakat yang terbebas dari kemiskinan, kebodohan, kete tindasan, dan bentuk-bentuk ketidakadilan lainnya dengan berperspektif gender, ham dan kelestarian lingkungan. prinsip LPKP Jatim adalah menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan, keadilan, demokratis, transparansi, dan akuntabilitas serta mengembangkan kreativitas, sikap rasional, empati, jujur, kerja keras, dan tanggungjawab.

B.     Rekomendasi yang Diberikan
Sampai saat ini, peran pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat masih terbatas dan belum mampu sepenuhnya dalam penanggulangan kemiskinan. Disinilah perlunya peran dan keterlibatan LSM dalam melaksanakan program dan pemberdayaan masyarakat. Untuk itu, diperlukan pula reposisi LSM di tengah masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat dalam bentuk :
1.      LSM perlu memfasislitasi tumbuh kembangnya kelembagaan rakyat yang kuat, yang bersifat sektoral, seperti pada organisasi buruh, petani, masyarakat adat, dan lain-lain.
2.      LSM perlu tampil ke publik luas, dalam arti semakin “go public” ke masyarakat, sehingga posisi dan perannya mampu lebih dirasakan oleh masyarakat. Ini bisa dilakukan melalui penyebaran brosur, pertemuan dengan masyarakat,kerja sama dengan media cetak-elektronik seluas-luasnya.
3.      LSM perlu semakin aktif dalam membangun hubungan dengan berbagai elemen masyarakat sipil lainnya. Seperti media massa, mahasiswa, serikat buruh, petani, partai politik dengan tetap mengedepankan nilai dan sikap non-partisan.
4.      Perlunya penguatan LSM sebagai sebuah entitas dan komunitas yang spesifik di dalam masyarakat sipil, dan penguatan institusionalisasi LSM dalam hal eksistensi, sumber daya manusia, sarana, dana, dan manajemen. LSM juga perlu lebih membuka diri untuk menjadi organisasi yang lebih berakar di masyarakat.
5.      LSM juga dituntut untuk senantiasa membenahi kondisi internal dalam tubuh. Organisasinya, mengingat ini seringkali tidak diperlihatkan dalam forum evaluasi oleh LSM yang bersangkutan.
Share:

Postingan Populer

Labels

Halaman Diunggulkan

LULUSAN PLS PENGANGGURAN? MITOS ATAU FAKTA

LULUSAN PLS PENGANGGURAN? MITOS ATAU FAKTA Tingginya tingkat pengangguran yang dialami oleh para lulusan perguruan tinggi me...