Sahabat pena mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah

TEORI PSIKODINAMIKA & PERKEMBANGAN KELOMPOK



MATERI I
TEORI PSIKODINAMIKA (BION)



Menurut Bion, Kelompok bukanlah sekedar kumpulan individu, melainkan merupakan suatu satuan dengan ciri dinamika dan emosi tersendiri. Ciri-ciri kelompok ini berfungsi pada taraf tidak sadar dan didasarkan pada kecemasan dan motivasi-motivasi dasar yang terdapat pada manusia. Ia menganggap kelompok sebagai versi makrokosmos dari individu. Dengan demikian, pada kelompok terdapat:
  1. Kebutuhan-Kebutuhan dan motif-motif (Fungsi Id)
  2. Tujuan dan mekanisme (fungsi ego)
  3. Keterbatasan-keterbatasan (fungsi superego)
Kelompok juga dikatakan mempunyai konflik-konflik yang senilai dengan konflik Oedipoes.
Kelompok Kerja
Kelompok kerja adalah kelompok yang bertujuan melaksanakan suatu tugas. Ia mempunyai sejumlah peraturan dan prosedur. Ia memeiliki sejumlah peraturan dan prosedur. Ia memiliki mekanisme administrasi untuk mencapai kerja sama mekanisme anggota kelompok. Oleh karena itu, Bion cenderung menanamkan kelompok kerja ini sebagai kelompok yang bertaraf tinggi (sophisticated) kelompok ini relative tidak beremosi dan berorientasi pada kenyataan.
Ciri-ciri emosional kelompok muncul pada saat dipertanyakan tentang alasan-alasan keberadaannya. Namun, emosi-emosi ini harus ditekan (repressed) demi keutuhan kelompok. System yang ada akan mengatur sedemikian rupa sehingga emosi-emosi yang timbul tidak saling konflik.
Fungsi kelompok kerja ini mirip dengan fungsi ego. Sebagaimana ego kelompok kerja ini memiliki sifat-sifat berikut:
  1. Dikuasai oleh prinsip realitas
  2. Diaktifkan oleh kebutuhan untuk mempertahankan diri
  3. Menyalurkan emosi-emosi untuk menengah konflik sambil member kesempatan untuk meredakan ketegangan
  4. Berespons terhadap peraturan dan keterbatasan dari kelompok (superego) maupun terhadap tuntutan-tuntutan emosionalnya (id)
Asumsi – Asumsi Dasar Tentang Kelompok
Bion mengemukakan bahwa ada tiga asumsi dasar tentang mekanisme kerja kelompok yang masing-masing berkaitan dengan keadaaan emosi tertentu dari kelompok. Ketiga asumsi dasar itu adalah:
Asumsi Ketergantungan
Dalam asumsi ini kelompok dianggap terbentuk karena adanya perasaan-perasaan ketidakberdayaan dan frustasi di kalangan anggotanya. Dalam keadaan merasa tidak berdaya dan frustasi ini, individu-individu anggota kelompok itu mencari dan mengharapkan perlindungan serta perawatan dari pemimpinannya. Pemimpin dianggap mempunyai kemampuan dan kemampuan itu diharapkan dapat mengarahkan perilaku kelompok dan interaksi antara anggota kelompok. Ciri dari kelompok semacam ini adalah inefisiensi dalam komunikasi antaranggota karena komunikasi langsung yang ada hanyalah komunikasi antara anggota dan pemimpin.
Asumsi Pasangan
Dalam asumsi ini kelompok dianggap terbentuk karena adanya dorongan pada anggota untuk saling berpasangan. Komunikasi mantap yang terjadi antara dua orang dari jenis kelamin yang berbeda dianggap mempunyai tujuan-tujuan seksual. Timbul harapan bahwa akan terjadi keturunan-keturunan yang akan mempertahankan eksistensi (kekuatan) kelompok. Jadi, selain perasaan tidak mau terasing satu sama lain, kelompok ini terbentuk juga atas dasar emosi mengharap. Fungsi pemimpin adalah sebagai juru selamat (Mesiah) yang bertugas menjaga kelestarian pasangan dan mempertahankan keutuhan kelompok serta memperkecil kemungkinan pecahnya kelompok.
Asumsi Melawan – lari
Emosi yang mendasarkan asumsi ini adalah kemarahan, ketakutan, kebencian, dan agresifitas. Cara satu-satunya yang diketahui oleh kelompok untuk mempertahankan eksistensi (kekekalan) mereka adalah berkelahi melawan sesuatu atau lari menghindari sesuatu. Tugas pemimpin adalah memungkinkan anggota-anggota kelompoknya untuk melawan atau melarikan diri.
Bion tidak menutup kemungkinan adanya asumsi-asumsi lain, tetapi ia menyatakan bahwa dalam observasinya, ketiga asumsi inilah yang sering terjadi. Suatu kelompok bisa saja berubah mekanisme kerjanya dari asumsi ke asumsi yang lain, tetapi ketiga asumsi itu masing-masing berdiri sendiri. Pada saat tertentu hanya satu asumsi yang berlaku, tidak bias atau tiga sekaligus.


Mentalitas Kelompok
Mentalitas kelompok merupakan fungsi superego dari kelompok. Ia merupakan kesepakatan atau kemampuan bersama dari anggota-anggota. Bagaimana anggota-anggota itu menyalurkan pendapatnya masing-masing sampai membentuk kesepakatan kelompok, individu itu sendiri tidak menyadarinya. Ia hanya mengetahui bahwa bila ada seorang yang bertingkah laku menyimpang dari kesepakatan bersama, ia tidak senang, tidak setuju. Jadi, jika ada anggota kelompok yang bertingkah laku menetang asumsi dasar yang sedang berlaku dalam kelompok, maka aka nada suatu mekanisme yang mengembalikan perilaku orang itu ke jalan yang benar.
Kebudayaan Kelompok
Kebudayaan kelompok adalah struktur kelompok pada suatu waktu tertentu, pekerjaan yang dilakukan dan organisasi yang dianutnya. Kebudayaan kelompok itu merupakan hasil konflik antara kemampuan-kemampuan individual dan mentalitas kelompok. Contoh kelompok egalitarian, kelompok agresif, kelompok pembuat keputusan, dan sebagainya. Setiap kelompok bias mempunyai beberapa struktur sekaligus. Salah satu struktur yang dominan pada saat tertentu adalah yang menentukan asumsi dasar yang berlaku pada saat itu.
Sistem Protomental
Sistem Protomental adalah kesatuan yang bersifat abstrak dari ketiga asumsi dasar. System itu merupakan sebuah matriks yang terdiri dari semua elemen kejiwaaan dan fisik yang ada pada kelompok. Pada saat satu asumsi dasar sedang bekerja pada sebuah kelompok, asumsi dasar yang lain seakan-akan bersembunyi dalam system protomental, sampai tiba saatnya terjadi perubahan di mana terjadi perubahan pada serangkaian emosi yang menyebabkan berfungsinya asumsi dasar yang lain. Jadi, system in merupakan tempat penyimpanan asumsi-asumsi dasar yang sekaligus berfungsi sebagai pencegah kemungkinan terjadinya konflik antarasumsi dasar tersebut.


MATERI II
TEORI PERKEMBANGAN KELOMPOK (BENNIS)



Pencipta dan Sejarah Teori
Teori Perkembangan Kelompok dikemukakan oleh Bennis dan Shepherd pada tahun 1956. Teori ini merupakan pengembangan atau setidaknya dipengaruhi dari apa yang telah diungkapkan oleh orang-orang sebelumnya, seperti S. Freud, Kurt Lewin (1946), Sullivan (1953), Schutz (1955) dan Carl Rogers.
Awal dari teori ini adalah dari ketidak-sengajaan Kurt Lewin pada tahun 1946 yang menemukan dasar-dasar munculnya kelompok sensitivitas. Dilanjutkan pada tahun 1960-an adanya kelompok pertemuan, dan Carl Rogers melihat adanya manfaat dari kelompok pertemuan ini, yaitu pengembangan diri. Cara ini biasa dilakukan oleh para psikolog untuk melatih pasien menemukan bagaimana dirinya sendiri. Kemudian pada tahun 1970-an, ditemukan pula bahwa kelompok pertemuan ini juga dapat mempercepat suatu kehancuran akibat dari kepemimpinan kelompok yang merusak.

Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Asumsi dasar dari teori ini adalah proses perkembangan kelompok yang terjadi dalam interaksi antara orang-orang yang berada dalam suatu situasi latihan di sebuh kelompok. Teori Perkembangan Kelompok ini merupakan pembagian dari kelompok besar. Teori ini merupakan suatu bagian dari tindak komunikasi kelompok pertemuan.
Bennis dan Shepherd meneliti teori perkembangan kelompok ini dari sebuah pengamatan yang dilakukan pada kelompok-kelompok latihan di National Training Laboratory for Group Development di Bethel, Maine, Amerika Serikat. Para peserta kelompok dipilih dari latar belakang yang berbeda mulai dari pendidikan, sosial, dan ekonomi, begitu pula dengan kepribadiannya.
Pada awalnya anggota kelompok satu sama lain tidak saling mengenal. Seorang pelatih memberikan tugas-tugas kepada kelompok tersebut dengan prosedur yang telah dibuat. Pertemuan antara anggota kelompok dilakukan beberapa kali dalam satu minggu dan ini dilakukan dalam beberapa minggu. Untuk mencapai tujuan dari tugas-tugas ini, yang mulanya tidak saling mengenal kini mau tidak mau harus saling berkenalan bahkan saling berinteraksi untuk dapat menyelesaikan tugas yang diberikan pelatih.

Inilah tahapan-tahapan yang dilakukan ketika bergabung dalam suatu kelompok. Ada perkembangan atau proses yang dilewati untuk pencapaian tujuan bersama yang telah disepakati. Bennis dan Shepherd menyatakan bahwa tidak semua keompok bisa mencapai titik akhir perkembangannya.
Tujuan dari pelatihan yang dilakukan dalam sebuah kelompok, antara lain:
  1. Pada tingkat individual dapat membantu peserta untuk mengembangkan motivasi dalam berinteraksi terhadap orang lain, peningkatan pemahaman terhadap situasi kelompok, peningkatan kendali terhadap komunikasi antar manusia, menambah keragaman perilaku sosial pada setiap peserta latihan
  2. Sedangkan pada tingkat kelompok dapat membentuk suatu komunikasi yang valid dimana setiap anngota dapat mengkomunikasikan perasaan, motivasi, keinginannya secara bebas dan tepat.

Teori ini dikemukan oleh Bennis & Sheppard (dalam Sarwono) dan dipengaruhi oleh psikoanalisis. Intinya adalah pencarian otoritas (dalam psikoanalisis : tokoh ayah). Seseorang masuk ke dalam suatu kelompok dengan keraguaan siapa di dalam kelompok itu yang menjadi tokoh otoritas dan ketika ia menemukannya ia bimbang antara ingin mengikuti otoritas dan ingin melepaskan diri dari otoritas tersebut.

Tahapan-tahapan perkembangan kelompok yang biasanya dilalui seseorang dalam suatu kelompok, terdiri atas :
Tahap otoritas
Tahap di mana keraguan ketergantungan dapat dicairkan.

  1. Ketergantungan pada otoritas
Anggota mengharapkan arahan dari orang tertentu yang dianggap sebagai otoritas
  1. Pemberontakan
Jika orang yang dianggap sebagai otoritas dipandang tidak mampu atau tidak sesuai dengan harapan anggota, orang tersebut diabaikan atau disingkirkan. Kemudian dipilih otoritas baru atau kelompok dibiarkan informal dulu untuk sementara. Dalam tahap ini dapat terjadi konflik antar anggota.
  1. Pencairan
Ada dua kemungkinan, pertama diterimanya tokok otoritas yang ada karena mampu atau terpilih tokoh otoritas baru. Dari kemungkinan yang pertama kelompok akan berlanjut. Kemungkinan kedua adalah tidak terpilih otoritas baru, kelompok akan bubar, tidak berlanjut atau terpecah.
Tahap pribadi
Tahap ini merupakan tahap pemantapan saling ketergantungan antar anggota kelompok
  1. Tahap harmoni
Semua pas, semua bahagia karena saling percaya, saling memenuhi harapan. Produktivitas kelompok pada tahap ini cukup tinggi
  1. Tahap identitas pribadi
Pribadi-pribadi mulai merasa tertekan oleh kelompok. Masing-masing pribadi menginginkan identitas pribadinya. Kelompok terbagi dua antara yang mau mempertahankan situasi seperti apa adanya (status quo) dan yang mau mencari aktivitas individual walaupun tetap dalam kelompok.
  1. Tahap pencairan masalah pribadi
Setiap anggota kelompok sudah mengetahui persis posisi masing-masing, sudah dapat saling menerima, dapat saling berkomunikasi dengan baik. Setiap anggota diberi peran yang sesuai dengan kemampuan dan sifat masing-masing. Individu tidak kehilangan identitas diri dan kebebasannya walaupun tetap terikat pada keanggotaan kelompok. Tahap ini merupakan tingkat yang maksimal dalam perkembangan kelompok.


RUJUKAN:

Abu Ahmadi, Drs., H., 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta
Sarwono, Sarito Wirawan. 2002. Psikologi Sosial; Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan. Jakarta: Rajawali Pers
Share:

No comments:

Postingan Populer

Labels

Halaman Diunggulkan

LULUSAN PLS PENGANGGURAN? MITOS ATAU FAKTA

LULUSAN PLS PENGANGGURAN? MITOS ATAU FAKTA Tingginya tingkat pengangguran yang dialami oleh para lulusan perguruan tinggi me...