Sahabat pena mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah

WAWASAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

KONSEP DAN RUANG LINGKUP

      Pendidikan Luar Sekolah merupakan salah satu pendidikan yang mempunyai banyak istilah yang membingungkan. Istilah-istilah pendidikan luar sekolah antara lain: pendidikan sepanjang hayat (life long education), pendidikan nonformal (non-formal education), pendidikan perbaikan (recurrent education), pendidikan masyarakat (community education), dan masih banyak istilah-istilah pendidikan luar sekolah.
      Namun istilah-istilah yang membingungkan tersebut tumbuh menjadi kenyataan dan memperkaya khazanah pendidikan di dunia ini. Munculnyanya berbagai istilah pendidikan tersebut menunjukkan perkembangan penyelenggaraan pendidikan secara wajar dan luas, yang memberi arti bahwa pendidikan tidak hanya kegiatan terorganisasi didalam sistem persekolahan. Dengan kata lain pendidikan luar sekolah adalah semacam pengganti pendidikan sekolah (pendidikan formal), didunia ini hadir dan berkembang pula pendidikan yang terjadi di luar sekolah.

KONSEP PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

1.      Kaplan (1964) mengemukakan bahwa “konsep adalah citra mental yang kita gunakan sebagai alat untuk memadukan pengamatan dan pengalaman yang memiliki kesaman”.
Kaplan membedakan menjadi 3 kelompok fenomena yang dipelajari. Antara lain:
a.       Yang mudah di obserfasi secara langsung (direct observation). Contohnya warna, buah, bentuk.
b.      Fenomena yang lebih kompleks yang tidak bisa di obserfasi secara langsung (indirect observation). Contohnya yang menyatakan jenis kelamin pada lembar kwesioner.
c.       Bentuk-bentuk teoritis yang didasarkan pada observasi yang tidak diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya: Intelegency Quition (IQ)
2.      Turner (1974) mengemukakan bahwa “konsep adalah unsure abstrak yang menunjukkan pengelompokan fenomena dalam suatu bidang studi tertentu”
3.      Kemp (1985) mengemukakan bahwa “konsep di bentuk dengan berbagai fakta, benda, atau peristiwa yang memiliki kesamaan cirri yang kemudian diberi nama sendiri”.
 

Pendekatan Taksonomi dalam Pendidikan Luar Sekolah

      Salah satu pendekatan yang sering digunakan dalam program-program pendidikan luar sekolah adalah pendekatan taksonomi. Taksonomi adalah klasifikasi atas dasar dan dalam bentuk hirarki. Taksonomi merupakan alat bagi para pengambil keputusan dan pengelola pendidikan untuk membuat penggolongan program pendidikan luar sekolah.
      Harbinson (1973) menggolongkan program pendidikan luar sekolah menjadi 3:
1.      Program pendidikan untuk meningkatkan kemampuan kerja bagi mereka yang telah mempunyai pekerjaan.
2.      Program pendidikan untuk mempersiapkan angkatan kerja, terutama pada  generasi muda yang akan memasuki dunia angkatan kerja.
3.      Program pendidikan untuk memperluas dan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pengetahuan, ketrampilan, dan sikap tentang dunia kerja.

Kemudian ada Coombs dan Ahmed (1974) mengelompokkan program-program pendidikan luar sekolah di daerah pedesaan menjadi 4 golongan:
1.      Pendekatan pendidikan perluasan
2.      Pendeketan latihan
3.      Pendekatan pengembangan swadaya masyarakat
4.      Pendekatan pembangunan terpadu

Callaway (1972) menggolongkan program-program pendidikan luar sekolah menjadi 2 kriteria:
1.      Umur peserta didik
2.      Tujuan program pendidikan.
Husen dan Postlethwaite (1985) membuat kategori program pendidikan luar sekolah atas dasar keterkaitan dengan pembangunan ekonomi, politik, dan social. Antara lain:
1.      Bahwa pendidikan luar sekolah, dibandingkan dengan pendidikan sekolah, berkaitan erat dengan program-program pembangunan ekonomi seperti pertanian dan industry, gerakan ekonomi masyarakat, kewirausahaan, pembangunan masyarakat dan koprasi, disamping kegiatannyta dengan program gizi , kesehatan, dan keluarga berencana.
2.      Pendidikan luar sekolah yang berkaitan dengan aspek kehidupan politik. Dalam hubungan ini pendidikan luar sekolah sering dijadikan wahana untuk pembinaan kesadaran politik dan kesadaran bernegara bagi masyarakat berbagai kawasan.
3.      Pendidikan luar sekolah menghargai nilai-nilai social budaya. Seperti, tradisi, adat-sitiadat, dan keyakinan yang tumbuh di masyarakat dan melibatkannya dalam proses pendidikan.
Moro’oka (1977) menggolongkan kegiatan belajar pendidikan luar sekolah di Jepang menjadi 3 bagian, yaitu:
1.      Mandiri secara bebas yang dilakukan peserta didik dirumah atau di tempat lain dengan menggunakan fasilitas program pendidikan jarak jauh.
2.      Belajar berdasarkan dan terhadap lingkungan. Kegiatan ini dilakukan di berbagai pusat kegiatan belajar dengan menggunakan alat multimedia yang tersedia.
3.      Kegiatan belajar melalui latihan hubungan kemanusiaan melalui kegiatan berbagai kelompok belajar seperti kepelatihan kepemimpinan kelompok, sensivity training, dan kelompok belajar.
4.      Kegiatan belajar sukarela yang dilakukan secara spontan sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masingseperti pelatihan olah raga dan bina raga, kesenian dan kegiatan lainnya untuk senggang.
5.      Kegiatan belajar yang berorientasi pada kehidupan bermasyarakat. Kegiatan belajar ditekan pada kehidupan demokratis, kesadaran bermasyarakat, dan kesetiakawanan terhadap warga masyarakat.


Sudjana (1988) program-program pendidikan luar sekolah ini dapat diklasifikasi kedalam 5 kategori:
1.      Pendidikan luar sekolah yang berkaitan dengan ideology Negara, mencangkup Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila bagi pegawai negeri, guru, fasilitator, siswa/santri, mahasiswa, dan anggota kelompok belajar Simulasi P4.
2.      Pendidikan dasar, yaitu Kelompok belajar paket A, untuk memberantas buta aksara dan angka, buta pengetahuan dasar, dan buta bahasa Indonesia.
3.      Pendidikan mata pencaharian yang mencangkup anatar lain Kelompok Belajar Usaha yang menyelelenggarakan kegiatan belajar dalam bidang industry.
4.      Pendidikan kejuruan atau keterampilan yang berkatian dengan latihan kerja, meliputi program kegiatan belajar dalam rumpun kesehatan, pertanian, kerajinan, dan industry, teknologi, kesenian dan bahasa.
5.      Pendidikan lainnya yang berupa penyuluhan melalui media elektronika dan media cetak, motivasi, pelatihan kepemudaan, kepramukaan, Kolompen Capir, dan penataran muballig.

Pengertian Tiga Jenis Pendidikan

Sehubungan dengan hal ini Coombs (1973) membedakan pendidikan menjadi  3 bagian:
1.      Pendidikan Formal : kegitan sistematis, berstruktur, bertingkat, berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan setaraf dengannya.
2.      Pendidikan informal : proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, dan pengetahuan yang bersumber dari pengalamn hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan yang termasuk didalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dalam tetangga,lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan dan media masa.

Pendidikan nonformal : setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya.

KARAKTERISTIK PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

      Inilah perbedaan antara karakteristik pendidikan luar sekolah dengan pendidikan sekolah:
  • PROGRAM PENDIDIKAN SEKOLAH
1.      Jangka panjang dan umum. Bertujuan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan umum untuk kehidupan masa depan.
2.      Orientasi pada pemilikan ijasah. Hasil akhir ditandai dengan pengesahan kemampuan melalui ijasah. Ijasah diperlukan untuk memperoleh pekerjaaan, kedudukan dan untuk melanjutkan kejenjang studi berikutnya.
3.      Dari segi waktu relative lama. Jarang selesai waktu kurang dari setahun, sering melampaui batas yang telah di tetapkan, kadang-kadang diselesaikan lebh dari sepuluh tahun. Suatu jenjang merupakansayarat untuk menempuh jenjang yang lebih tinggi.
4.      Berorientasi untuk masa depan. Menyiapakn untuk masa depan peserta didik.
5.      Menggunakan waktu penuh dan terus menerus. Karena mnggunakan waktu yang terus menerus maka kecil kemungkinan bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan parallel atau pekerjaan rutin.
6.      Dari segi isi program  kurikulum disusun secara terpusar dan seragam. Lembaga di tingkat nasional menysusun kurikulum yang merupakan paket dan dikenakan untuk semua peserta didik dan sesuai dengan jenis/jenjang pendidikan.
7.      Bersifat akademis. Kurikulum lebih memberi bobot pada ranah kognisi dan teorirtis.
8.      Seleksi penerimaan calon peserta didik dilakukan dengan persyaratan yang ketat.
9.      Dari segi belajar dan mengajar pendidikan sekolahlebih dipusatkan dilingkungan sekolah.
10.  Terlepas dari lingkungan peserta didik di masyarakat.
11.  Struktur program yang ketat. Program belajar mengajar disusun secara ketat
12.  Berpusat pada pendidik. Kegiatan belajar mengajar dikendalikan oleh pendidikan atau guru professional yang diberi wewenang pada jenjang pendidikan tertentu.
13.  Pengerahan daya dukung secara maksimal. Menggunakan sarana dan prasarana yang relative mahal.
14.  Dilihat dari pengendalian program pendidikan sekolah lebih dilakukan oleh pengelola di tingkat lebih tinggi. Pengawasan dan pengendalian dikendalikan dipihak yang lebih tinggi dan diterapkan secara seragam.
15.  Pendekatan kekusaan. Hubungan fungsional antara pendidik dan peserta didik didasarkan tasa perbedaan kekuasaan, peranan, dan kedudukan.

  • PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
1.      Jangka pendek dan khusus. Bertujuan untuk memenuhi kebutuhan belajar tertentu yang fungsional bagi kehidupan masa ini dan masa depan.
2.      Kurang menekaknkan pentingnya ijasah. Ganjaran diperoleh selama proses dan akhir program dalam bentuk benda yang diproduksi, pendapatan dan keterampilan.
3.      Waktu relative singkat. Jarang lebih dari satu tahun, pada umumnya kurang dari satu tahun. Persyaratan untuk mengikuti program hanyalah kebutuhan, minat, dan kesempatam waktu para peserta.
4.      Menekankan masa sekarang dan masa depan. Memusatkan layanan untuk memenuhi kebutuhan terasa peserta didik guna meningkatkan kemampuan social ekonomi dalam waktu bebas.
5.      Menggunakan waktu tidak penuh dan tidak terus menerus. Waktu dapat ditetapkan dengan berbagai cara sesuai dengan kesempatan peserta didik.
6.      Kurikulum berpusat pada kepentingan peserta didik. Kurikulum bermacam ragam atas dasar perbedaan kebutuhan belajar peserta didik.
7.      Mengutamakan aplikasi. Kurikulum menekankan keterampilan yang bernilai guna bagi kehidupan peserta didik
8.      Persyaratan masuk ditetapkan bersama peserta didik. Karena program di arahkan untuk memenuhi kebutuhan dan untuk mengembangkan kemampuan potensial peserta didik maka kualifikasi pendidik formal dan kemampuan baca tulis sering tidak menjadi persyaratan utama.
9.      Proses belajar mengajar dipusatkan di masyarakat dan lembaga. Kegiatan belajar dilakukan di berbagai lingkungan atau di satuan pendidikan luar sekolah.
10.  Pengajaran berkaitan dengan peserta didik dan masyarakat.
11.  Struktur program yang fleksibel. Program bermacam ragam dalam jenis dan urutannya. Pengembangan daoat dilakukan ketika program pembelajaran sedang berjalan.
12.  Proses belajar mengajar berpusat pada peserta didik.
13.  Pengehmatan sumber-sumber yang tersedia. Memanfaatkan tenaga dan sarana yang terdapat  di lingkungan dan masyarakat kerja untuk menghemat biaya.
14.  Pengendalian program dilakukan oleh pelaksana dan peserta didik.
15.  Pendekatan demokratis. Hubungan antara pendidik dan peserta didik bercorak hubungan sejajar atas dasar kefungsian.

Pendekatan kontinum yang dikemukakan oleh Knowless (1977):
1.      Semakin dewasapeserta didik maka berubah konsep dari sikap ketergantungan terhadap pendidikan kepada sikap mengarahkan diri dan saling belajar di antara mereka.
2.      Semakin dewasa peserta didik maka semakin dewasa pula pengalaman belajar mereka yang dijikan sumber belajar. Sedangkan orientasi belajar berubah dari penguasaan materi kea rah pemecahan masalah.
3.      Semakin dewasa peserta didik, makin diperlukan keterlibatan mereka dalam perencanaan, diagnosis kebutuhan,penentuan jumlah belajar,dan hasil belajar.
4.      Semakin dewasa peserta didik, kesiapan belajarnya semakin dirasakan untuk menguasai tugas-tugas yang berkatian dengan peranan mereka dalam kehidupan.
5.      Semakin dewasa peserta didik, prespektif waktu semakin berorientasi pada penggunaan hasil belajar yang dapat segera dimanfaatkan dalam kehidupan.

PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DAN SUPRA SISTEM PEMBANGUNAN NASIONAL


1.      Pendidikan sebagai Pranata

Sebagai pranata, pendidikan merupakan suatu wahana atau mekanisme yang mempunyai struktur kelembagaan, peraturan, tugas, dan tata kerja. Lebih jelasnya, pendidikan merupakan organisasi formal yang memiliki identitas yang jelas dan mempunyai kaitan yang erat dengan sector-sektor lain dalam kehidupan bangsa.
Sebagai kegiatan, pendidikan menyangkut hasil dan proses kegiatan. Yang pertama, hasil kegiatan menggambarkan jumlah dan mutu lulusan pendidikan. Jumlahlulusan merupakan kualitas manusia yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan. Mutu kelulusan adalah tingkapt kemampuan dan tingkah laku lulusan yang ditampilkan olehg seseorang atau kelompok dalam kehidupan masyarakat dan dilingkungan kerja. Yang kedua, proses kegiatan menunjukkan adanya upaya yang disengaja, terorganisasi dan sistematis sehingga tidak terjadi interaksi edukasi antara pihan pendidikan dan pihak peserta didik untukmencapai hasil lulusan yang diharapkan.

2.      Kaitan antara sistem pendidikan dengan supra sistem pembangunan
Pendidikan Nasional, menurut UU Republik Indonesia Nomor 2Tahun 1989 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, berfungsi untuk mengembangan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional.

3.      Cangkupan Pendidikan Luar Sekolah

      Cangkupan pendidikan luar sekolah antara lain:
a.       Pendidikan Massa. Adalah kesempatan pendidikan yang diberikan kepada masyarakat luas dengan tujuan untuk membantu masyarakat agar warganya memiliki kecakapan membaca, menulis, berhitung dan pengetahuan umum yang diperlukan dalam upaya peningkatan taraf hidup dan kehidupannya sebagai warga masyarakat dan sebagai warga Negara.
b.      Pendidikan Orang Dewasa adalah jenis pendidikan yang disajikan untuk membelajarkan orang dewasa. Menurut Unesco (1976) mendefinisikan pendidikan orang dewasa bahwa pendidikan orang dewasa merupakan proses pendidikan yang terorganisasi di luar sekolah dengan berbagai bahan belajar, tingkatan, dan metoda, baik bersifat resmi maupun tidak, meliputi upaya kelanjutan atau perbaikan pendidikan yang diperoleh dari sekolah, akademik, universitas, atau magang. Sesuai dengan defisini tersebut, pendidikan orang dewasa memiliki berbagai jenis pendidikan antara lain:
Ø  Pendidikan Lanjutan. Pendidikan lanjutan merupakan kesempatan belajar bagi orang dewasa untuk peningkatan sukarela di masyarakat. Program-program pendidikan meliputi pelatihan pekerjaan, peningkatan dan pembaharuan kemampuan, pendidikan kerja, latihan pengembangan karir atau pengembangan diri.
Ø  Pendidikan Perbaikan. Pendidikan perbaikan adalah kesempatan belajar yang disajikan bagi orang-orang dewasa yang mulai memasuki usia tua dengan tujuan agar mereka dapat mengisi kekurangan pendidikannya yant tidak sempat diperoleh pada usia muda.
Ø  Pendidikan popular. Pendidikan popular adalah kesempatan kerja yang disediakan bagi orang dewasa dan iorang tua dengan tujuan agar mereka dapat  mengenal perubahan dan variasi dalam kehidupan sehari-hari seperti reaksi, pergaulan dengan orang lain, dan kegiatan pendidikan lainnya yang berkaitan dengan kepuasan hidup.
Ø  Pendidikan Kader. Pendidikan kader merupakan pendidikan yang diselenggarakan pada umumnya oleh lembaga, organisasi atau perkumpulan yang giat dalam bidang politik, ekonomi, kesehatan, kepemudaan dan sebagainya.
Ø  Pendidikan kehidupan keluarga. Pendidikan keluarga muncul dari 2 fenomena. Yang pertama, kehidupan berpengaruh pada kehidupan bermasyarakat, yang kedua keadaan dan perubahan yang terjadi di lingkungan sekitar memounyai pengaruh lingkungan pula terhadap kehidupan keluarga. Kehidupan tersebut tentungan memiliki beberapa permasalahan. Menurut Brannam (1968) mengidentifikasi masalahnya antara lain:
1.      Pertambahan penduduk dunia
2.      Perpindahan penduduk dari daerah pedesaan ke perkotaan ke berbagai Negara yang berakibat terhadap struktur masyarakat desan dan perlunya upaya penyesuaian dengan kehidupan masyarakat perkotaan.
3.      Perubahan usia dan perkembangan keijawaan penduduk usia muda.
4.      Perkembangan sandart ekonomi.
5.      Kekurangan gizi
6.      Kurang perhatian terhadap kedudukan dan peranan wanita.
7.      Bertambahnya tanaga penganggur dan setengah pengganggur.
8.      Kondisi perumahan yang kurang memadahi.
9.      Kurangnya kesempatan pendidikan dan bertambahnya kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pendidikan pada umumnya.
10.  Perubahan social, ekonomi dan teknologi yang makin cepat.
11.  Perubahan pola kehidupan keluarga dan perubahan peranan anggota keluarga.
Ø  Pendidikan Perluasan. Pendidikan perluasan adalah pendidikan yang diperluas jangkauannya ke luar peserta didik di perguruan tinggi, yaitu kepada masyarakat. Pendidikan perluasan menggunakan 3 jenis pendekatan.
1.      Pendekatan langsung, yaitu pendidikan yang berlangsung dengan bertatap muka secara langsung natara pendidik dengan peserta didik dari masyarakat.
2.      Pendekatan tidak langsung, yaitu pemberian kesempatan belajar oleh perguruan tinggi kepada masyarakat dengan menggunakan media elektronika dan media cetak.
Kegiatan kemasyarakatan,yaitu pelayanan yang diberikan oleh perguruan tinggi kepada masyarakat dalam upaya memperbaiki dan membangun kehidupan masyarakat.


 
Makalah ini di tulis oleh Haidar Muslim
Mahasiswa PLS UM 2015
pada matakuliah Filsafat Pendidikan Luar Sekolah




Share:

No comments:

Postingan Populer

Labels

Halaman Diunggulkan

LULUSAN PLS PENGANGGURAN? MITOS ATAU FAKTA

LULUSAN PLS PENGANGGURAN? MITOS ATAU FAKTA Tingginya tingkat pengangguran yang dialami oleh para lulusan perguruan tinggi me...