Oleh :
M.Ilham NurHakim
(Program Studi S-1 Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Malang)
Perdagangan
bebas merupakan sebuah tatanan konsep ekonomi yang mengacu pada penjualan
produk antar negara tanpa pajak ekspor impor ataupun hambatan perdagangan. Kurun waktu dekat ini masyarakat
Indonesia digemparkan dengan berita pasar bebas terutama Asia Tenggara yang
sedang hangat-hangatnya dibicarakan. Akan tetapi, dengan datangnya pasar bebas
atau bisa dakatakan Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA) masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mengetahui apa
itu MEA? Apalagi masyarakat yang didominasi wilayah pedesaan dan masyarakat
menengah ke bawah.
Kurangnya peran pemerintah dalam memberikan
informasi tentang adanya Masyarakat
Ekonomi Asean kepada masyarakat menyebabkan masyarakat menjadi gagap menyambut
kedatangan MEA. Hal ini dibuktikan dengan kurangnya publikasi pemerintah di media
cetak maupun media elektronik. Hanya sekolompok orang tertentu yang mengetahui
akan adanya MEA. Inilah yang membuat persiapan menyambut kedatangan MEA dapat
terhambat karena publikasi yang kurang menyeluruh.
Seharusnya kita perlu mengetahui apa dan seperti apa
Masyarakat Ekonomi Asean itu? MEA merupakan salah satu bentuk kerjasama dari himpunan
negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang tergabung dalam Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) yang didirikan pertama kali oleh empat negara
yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand yang bertujuan untuk menjaga
kerja sama dalam bidang ekonomi, sosial dan pertahanan nasional demi mewujudkan
negara yang terintergrasi di kawasan Asia Tenggara. Pada
kesempatan itu kesepakatan deklarasi Association of Southeast Asian Nations
(ASEAN) yang menandatangani perjanjian tersebut adalah mentri luar negeri,
bapak Adam Malik perwakilan Indonesia. Bentuk kerjasamanya mengenai kesepakatan
membentuk rencana jangka panjang di kalangan komunitas
ASEAN 2015 yang terdiri dari
tiga pilar, yaitu ASEAN Economic Community (AEC atau Masyarakat Ekonomi
ASEAN-MEA), ASEAN Security Community (ASC) dan ASEAN Sociao-cultural
Community (ASCC). Ketiga pilar tersebut saling berkaitan satu sama lain untuk
mencapai perdamaian yang berkelanjutan sebagai stabilitas serta pemerataan
kesejahteraan di kawasan Asia Tenggara.
Kesepakatan MEA itu sendiri di sepakati pada Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) ke 3 di Bali Concord
II Indonesia tahun 2013, salah satu hasilnya adalah mulai 2015 ASEAN akan
menjadi suatu pasar tunggal dan basis produksi. Seperti terciptanya aliran
bebas barang, jasa dan tenaga kerja terlatih serta aliran investasi yang
semakin berkembang sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri
serta menambah pendapatan perkapita negara demi terwujudnya ekonomi yang berkembang.[1]
Tentunya ini sebagai tantangan bagi negara berkembang seperti Indonesia ?
Mengingat perkembangan zaman yang semakin hari semakin maju.
Seharusnya hal seperti ini, akan
menjadi peluang besar bagi setiap negara yang sudah memiliki persiapan yang
matang dan siap menghadapinya. Akan tetapi, dilain pihak dapat menjadi bumerang
balik bagi negara yang kurang mempersiapkan diri. Bayangkan saja jika produk
dari negara-negara ASEAN menyerbu pasar Indonesia karena produk lokal yang
kalah bersaing dengan produk luar yang mungkin akan jauh lebih murah. Salah
satunya seperti produk minuman cokelat asal Malaysia yang gampang ditemukan di
Daerah Nunukan Kalimantan Timur.
Makanan dan minuman dari
negeri Jiran, membanjiri toko-toko kelontong,
minimarket dan pasar di wilayah perbatasan antara Indonesia dan
Malaysia. Negara tetangga itu belakangan ini menjadi eksportir utama produk
makanan dan minuman. Produk-produk dari Malaysia itu membanjiri pasar Indonesia
sejak berlakunya kesepakatan ASEAN Trade
in Goods Agreement (ATIGA).[2]
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo)
Sofian Wanandi, mengatakan bahwa pemerintah
juga perlu memikirkan bidang apa yang menjadi andalan Indonesia, sektor mana
saja yang mampu kita kelola untuk menghadapi MEA. Jika kita membayangkan MEA
2015 bisa berjalan, tidak menutup kemungkinan penjual Bakso, Sate bisa dari
Filipina. Maka dari itu perlunya pemerintah untuk membantu mempersiapakan
masyarakat Indonesia dalam menyongsong MEA
untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan merata serta
mendukung ketahanan individu negara di kawasan ASEAN.[3]
Tetapi permasalahanya negara kita belum mempunyai cukup persiapan untuk
menghadapi MEA seolah-olah masih
santai dan tidak mempermasalahkan akan kedatanggan MEA, kebanyakan masih menganggap
biasa saja dalam menyambut euphoria pasar
bebas padahal inilah kesempatan kita untuk menunjukan jati diri bangsa lewat
barang lokal tapi kenyataanya nihil. Masyarakat kita masih banyak yang
mengantungkan produksi barang dari luar negeri.
Sungguh Ironi! memang Indonesia yang digadang-gadang menjadi
“macan Asia” yang seakan masih tidur pulas dimanja-manja oleh negara lain, seperti
tidak masuk akal Negara Indonesia yang mayoritas mempunyai populasi penduduk terbesar
di Asia Tenggara sekitar 237 juta jiwa mengalahkan negara-negara Asia lain. Akan tetapi,
kenyataanya tidak ada sumbangsih secara maksimal dalam aspek partisipasi untuk
negara.
Saat ini, Indonesia memang
dirasa masih kurang dan tertinggal dibanding negara ASEAN lainnya memang sangat
mengkhawatirkan. Pasalnya tingkat pendapatan, Indonesia masih berada di bawah negara
seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Kurangnya sumber daya manusia yang
berkualitas ini dapat dilihat dari Produk Domestik Bruto PDB pendapatan perkapita
di negara-negara ASEAN, dan Indonesia menempati peringkat ke 6 di mana posisi
pertama diraih oleh Brunai Darussalam dengan PDB per kapita sebesar US$ 92,3
ribu, Singapura dengan PDB perkapita sebesar US$ 92,0 ribu, Malaysia dengan PDB
perkapita sebesar US$ 33,3 ribu, Thailand dengan PDB perkapita sebesar 15,4
ribu, Indonesia dengan PDB per kapita sebesar US$ 9,5 ribu, Filipina dengan PDB
per kapita sebesar US$ 9,2 ribu, Vietnam dengan PDB per kapita sebesar US$ 5,5
ribu, Laos dengan PDB per kapita sebesar US$ 5,0 ribu, Kamboja dengan PDB per
kapita sebesar US$ 3,6 ribu, dan Burma dengan PDB perkapita sebesar US$ 3,4
ribu.[4]
Kita dapat melihat hasil nyatanya bahwa Indonesia masih tertinggal dari
negara-negara Asia. Hal ini jelas tidak berbanding lurus dengan populasi
penduduk di negeri ini, dengan tersedianya sumber daya alam yang melimpah.
Data di atas menjadi bukti bahwa Indonesia masih banyak
kekurangan partisipasi serta kepedulian terutama dalam meningkatkan pendapatan
ekonomi yang seharusnya dapat mendominasi pasar bebas ASEAN. Akan tetapi,
kenyataanya tidak sesuai di lapangan melihat hal tersebut sudah sewajarnya pemerintah
peka akan permasalahan seperti ini karena bila diteruskan berlarut-larut sektor
perekonomian di Indonesia akan dipastikan gulung tikar serta dikuasai oleh
pihak asing dan akan menambah permasalahan utamanya adalah pengganguran. Jika kondisi
tersebut tidak segara ditanggapi secara serius oleh pemerintah, rasanya
mimpi untuk menjadi macan Asia harus di
kubur dalam-dalam, dan di lupakan.
Negara Indonesia di ibaratkan bagai telur di ujung
tanduk, seakan-akan sudah di ambang ke khawatiran menghadapi MEA karena
kurangnya persiapan yang benar-benar matang untuk menghadapinya, kesigapan
pemerintah akan dituntut untuk menangani datangnya Masyarakat Ekonomi Asean.
Oleh karena itu, kita perlu mencari solusi dan taktik yang terbaik, supaya Indonesia
tidak gagap dalam menghadapi pasar bebas tersebut dan dapat menyelesaikanya,
sehingga terwujud cita-cita bersama menjadi macan Asia yang memegang kendali
perekonomian utamanya di Asia Tenggara.
Lalu, bagaimana peran pemerintah dan masyarakat dalam membangun
bangsa menghadapi MEA? Pemerintah yang mencanangkan revolusi mental bagi
masyarakat masih belum terealisasi secara menyeluruh. Akan tetapi, pemerintah sudah
mengupayakan pemberantasan kemiskinan, penanggulangan ketimpangan pendapatan,
penyedian lapangan kerja yang lebih baik, peningkatan standart kesehatan, dan yang
terpenting adalah bagaimana dapat meningkatkan mutu kualitas perekonomian.
Jika dilihat dari
kinerja pemerintah saat ini berkaitan dengan ekonomi, pemerintah memang sudah
mengupayakan agar pembangunan ekonomi dari berbagai sektor agar dapat terwujud yaitu
upaya pemberian modal, pelatihan skill dan
ekspor impor. Pertama, upaya pemberian modal yang diberikan pemerintah kepada
masyarakat untuk dijadikan barang produktif berupa modal keuangan, modal jasa,
modal produksi atau peralatan-peralatan produksi mesin.
Seperti kunjungan bapak presiden baru-baru ini, telah membagikan 1.000 unit traktor
ke seluruh petani di Provinsi Jawa Barat. Pembagian traktor itu dilakukan di Kecamatan
Compreng, Subang. Dalam kesempatan tersebut bapak Jokowi mengatakan bahwa pembagian
traktor ini bukan tanpa maksud. Bapak Jokowi meminta kepada seluruh petani di
Jawa Barat untuk menambah produksi beras sebesar 2 juta ton pada tahun 2015 ini.[5]
Sebenarnya, ini langkah yang sangat
progresif dari pemerintah untuk meningkatkan produksi beras di Indonesia. Akan
tetapi, perlu dicermati apakah dengan membagikan 1.000 unit traktor akan
menambah kinerja dari kalangan petani, serta apakah memang harus 1.000 unit
untuk diserahkan ke petani di Jawa Barat, karena kota yang lain juga memerlukan
sumbangan modal dari pemerintah, mungkin dari sini pemerintah harus turun
langsung untuk mengetahui bagaimana permasalahan yang ada dilapangan terlebih
dahulu serta pemerintah mengupayakan untuk menyesuaikan kebutuhan dari wilayah
yang membutuhkan bantuan modal.
Upaya kedua yang dilakukan pemerintah adalah upaya
pelatihan skill pemberian pelatihan
kepada masyarakat untuk berwirausaha supaya dapat bekerja dan mengelola
usahanya. Pemerintah juga harus memberikan pelatihan yang berkaitan dengan
managarial, organization dan pengenalan teknologi modern agar dapat mengikuti cepatnya
dunia kemajuan modern dalam kegiatan ekonomi.
Tetapi faktanya lingkungan alam di sekitar kita memang kurang
dikelola secara maksimal. Bahkan negara kita dijuluki negeri kolam susu, akan tetapi
masih sulit dalam mengelola Sumber Daya Alam (SDA). Lalu, mengapa SDA yang
melimpah tapi tak dapat dikelola? Kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berkualitas dari segi pengelolaan inilah yang menjadi permasalahan, masyarakat
yang kurang kreatif akan mendorong pengelolaan dalam SDA kurang maksimal.
Sebenarnya pemerintah sudah mengupayakan agar membentuk SDM
yang berkualitas dengan pelatihan (training)
supaya masyarakat dapat berkembang. Seperti yang
tercantum secara resmi di Peraturan Pemerintah (PP) No 31 tahun 2006 terkait
Sistem Pelatihan Kerja Nasional (SPKN). Dalam hal ini, tertulis bahwa pelatihan
kerja atau training merupakan kegiatan
meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi setiap individu dalam bekerja.
Tetapi apakah pelatihan training seperti
ini dapat mengatasi problem mengingat
MEA yang semakin dekat? Dan belum ada persiapan.
Sebetulnya masih ada waktu untuk
meningkatkan kompetensi SDM dalam menghadapi persaingan apalagi pada sektor tenaga
kerja pada saat memasuki Masyarakat Ekonomi Asean. Di antaranya melalui
pelatihan intensif di balai-balai
latihan kerja pengabdian masyarakat dan pengembangan bisnis.
Sudah saatnya peran balai latihan
kerja ditingkatkan, menyiapkan tenaga kerja terampil dan punya kompetensi,
sehingga kekurangan SDM yang kurang siap memasuki pasar tunggal ASEAN nanti
dapat diatasi.[6] Perlunya
penjaringan pelatihan skill yang menyeluruh
oleh pemerintah akan bermanfaat untuk mendukung meningkatnya
kualitas SDM, apalagi jika didukung teknologi terbaru pastinya akan memunculkan
produk yang bermutu bagus supaya dapat bersaing di strata Internasional inilah
yang akan menjadikan SDM dapat berkembang dan dapat mewujudkan tenaga kerja
yang terampil, cekatan dan mengikuti
roda pekembangan zaman modern.
Kemudian upaya selanjutnya yaitu adalah ekspor dan impor.
Merupakan suatu kegiatan menjual barang atau jasa ke negara lain, barang yang
diproduksi dan keluar negeri akan meningkatkan pendapatan PDB. Dengan kata
lain, ekspor mempengaruhi efek pendapatan suatu negara. Terutama pendapatan
nasional akan bertambah dengan adanya ekspor ini memberikan lajur perekonomian
suatu negera. Sedangkan impor kegiatan membeli barang atau jasa dari negara lain
disebut dengan kegiatan mendatangkan barang dari luar negara.
Globalisai saat ini memang sudah
merambah kedunia perekonomian akibatnya hasil dari negara sendiri seakan tidak
di hargai, merek-merek dari eropa banyak di gandrungi anak muda jaman sekarang
yang mengagung-agungkan gengsi serta kemewahan yang lupa akan kreatifitas hasil
produk bangsa sendiri, akhrinya tumbuhlah julukan negara konsumerisme karena banyak sekali masyarakat Indonesia yang suka
barang dari luar negeri dari pada produk lokal, ini lah persoalan kita produk
dari dalam negeri saja, kurang diminati oleh masyarakat sendiri, lebih-lebih
suka membeli dari pada memproduksi hasil sendiri.
Inilah yang harus dipecahkan
pemerintah yang sejatinya segera memberi tindakan apalagi Indonesia sangatlah
berpotensi untuk memproduksi barang, tinggal bagaimana pemasaran produk-produk
dari Indonesia dapat dinimkati di luar negeri. Apa
lagi jelang Masyarakat Ekonomi Asean 2015, pemerintah harus terus menggenjot pertumbuhan ekspor
produk dalam negeri ke negara-negara di kawasan Asia Tenggara serta memberi
kebijakan Perundang-undangan (UUD) agar impor barang yang masuk bisa di tekan
seminimal mungkin dan meningkatkan ekspor ke luar negeri agar mempermudah
jalanya perekonomian.
Seperti akhir-akhir
ini peningkatan penjualan barang konsumsi Indonesia ke Filipina yang tumbuh
cukup pesat ini adalah langkah bagus untuk mengembangkan produksi barang asal
Indonesia. Produk barang yang di ekspor antara lain furnitur, donat, kecap,
minyak goreng, bumbu, dan mie instan yang banyak di gandrungi warga Manila Filipina,
maka dari itu pemerintah harus mengenjot ekspor ke filipina.[7]
Serta mempermudah perizinan keluarnya barang asal Indonesia untuk pergi keluar
negeri karena inilah peluang potensial hasil produksi lokal dapat go internasional. Akan tetapi apakah barang produksi lokal
kita dapat meningkatkan daya minat asing bukan hanya filipina yang membeli
produk asal Indonesia.
Tabel. 1.1 Ekspor impor migas dan non migas
Indonesia 2014
Ekspor impor memang memainkan peran utama
dalam menentukan laju pertumbuhan sebuah negara, cepat lambatnya laju
pertumbuhan ekonomi sangat di pengaruhi. Akan tetapi, jangan terlalu pesimis
terhadapat produk lokal, seperti tahun kemarin ekspor
impor mempunyai peran yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Diharapkan pada saat menghadapi MEA ekspor dalam negeri dapat meningkat. Maka
dari itu jaringan Internasional serta kebijakan hukum sangatlah penting agar
barang-barang dari Indonesia dapat di sebar luaskan ke luar negeri.
Peran
masyarakat sangatlah penting dalam kegiatan ekonomi karena yang menjadi kunci
utama dari perekonomian suatu negara adalah dari segala usaha perekonomian
masyarakat itu sendiri. Masyarakatlah yang berpengaruh paling besar terhadap perekonomian
bila masyarakat aktif akan dunia perindustrian serta perekonomian pasti di suatu
negara tersebut akan berkembang lebih maju. Maka dari itu, masyarkat yang
menjadi tonggak perekonomian harus lebih di berdayakan dan, di intensifkan dalam
mendirikan usaha.
Masyarakat Ekonomi Asean memang ditujukan untuk masyarakat. Supaya
membenahi taraf hidup dalam pembangunan ekonomi suatu negara, di harapkan
dengan adanya Masyarakat Ekonomi Asean laju roda perekonomian suatu negara
dapat terangkat. Akan tetapi, terkadang masyarakat memang lebih cenderung pasif
dan menunggu kebijakan pemerintah, apalagi masyarakat yang pasif terkadang
tidak bekerja inilah yang menjadi beban pemerintah semakin hari tidak semakin berkurang
tetapi malah bertambah masalah pengganguran.
Sebagaimana mestinya masyarakat harus berfikir
kritis dan kreatif tidak menunggu program dari pemerintah, masyarakat
diharapkan cepat tanggap dan merespon permasalahan saat ini. Seperti dengan mendirikan
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) karena UKM mempunyai peran yang strategis dan
dianggap sebagai strategi jitu dalam pembangunan ekonomi nasional, bukan hanya
menambah pendapatan masyarakat, tetapi penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam
mengurangi pengganguran.
Apakah pengganguran di Negara Indonesia memang
benar-benar dapat di atasi? Karena bila melihat dari kaca mata awam lowongan
kerja yang ada memang tidak sebanding dengan populasi pendudukan Indonesia yang
sangat banyak sebesar 237 jiwa dan
sebanyak 12,8 juta jiwa penduduk Indonesia yang menggangur. Ketimpangan inilah
yang masih belum mendapatkan solusi pasti untuk memberantas pengganguran yang
ada di Indonesia, apalagi dengan datangnya MEA dapat menambah pengganguran
karena masyarakat yang kurang bisa bersaing dengan pasar global.
1.2
Data Perkembangan UMKM dan Usaha Besar tahun 2010-2011
Maka dari itulah UKM diharapkan
menjadi solusi untuk meningkatkan pendapatan dan mengurangi angka pengganguran.
Pada tahun 2011, UKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 101.722.458 orang atau
97,24 persen dari total penyerapan tenaga kerja yang ada, jumlah ini meningkat
sebesar 0,02 persen atau 2.182.700 orang dibandingkan tahun 2010.
Sekitar 99 persen dari jumlah unit
usaha di Indonesia berskala UMKM dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan
sebanyak sekitar 99,4 juta tenaga kerja. Sementara, usaha besar hanya menyerap
sekitar 2,8 juta pekerja di Indonesia.
Dengan berbagai spesifikasinya yang mudah, terutama modalnya yang kecil sampai tidak terlalu besar, dapat merubah produk dalam waktu yang tidak terlalau lama flexsibel dalam manajemennya yang relatif sederhana serta jumlahnya yang banyak dan tersebar di wilayah nusantara, menyebabkan UMKM memiliki daya tahan yang cukup tangguh terhadap berbagai gejolak ekonomi. Dan UMKM juga terbukti dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak di banding Usaha besar yang artinya dengan penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak UMKM dapat membantu kesejahteraan perekonomian Indonesia.
Maka dari itu
UKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun
masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif
bersama pelaku ekonomi.[8] Kebijakan
pemerintah kedepan perlu diupayakan lebih
intens bagi tumbuh dan berkembangnya UKM. Pemerintah perlu meningkatkan
peran dalam memberdayakan UKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang
saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan
meningkatkan kualitas SDM juga mengintegrasikan dengan era pasar bebas modern.
Hal ini merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara.
Kendati demikian UKM memang indsustri kecil. Akan
tetapi, bila banyak pendirian UKM yang didirikan di sektor desa atau perumahan ini
menjadi sumbangsih untuk mengurangi pengganguran terlebih dapat meningkatkan
PDB dari negara. Di dalam output sendiri PDB pun hanya 56,7 persen dan, dalam
ekspor nonmigas hanya 15 persen, namun UKM memberi kontribusi sekitar 99 persen
dalam jumlah badan usaha di Indonesia serta mempunyai andil 99,4 persen dalam
penyerapan tenaga kerja. Untuk itu, pemerintah harus memberikan bantuan serta
perlindungan hukum untuk para pelaku usaha industri di desa maupun rumahan yang
rata-rata merupakan usaha industri kecil menengah yang daya saingnya sangat
tinggi. Termasuk mengatasi berbagai kendala UKM yang selama ini terjadi, seperti
lemahnya permodalan, pemasaran, teknologi dan sumber daya manusia. Mengenai sumber dana program dan
bantuan untuk UKM tersebut, dapat dibiayai dari Dana Desa (DD) atau langsung
dari pemerintah. Disinilah pentingnya setiap desa dan kota mempunyai Badan
Usaha, karena melalui program badan usaha ini dapat dikelola secara produktif untuk
menggerakkan ekonomi demi meningkatkan kesejahteraan di kalangan masyarakat .[9]
Seharusnya kita berkaca di negeri paman sam
Amerika Serikat yang terkenal dengan negara "Supper Power” karena
indsutrinya. Di Amerika Serikat 99% dari bentuk bisnis adalah Usaha Kecil dan
Menengah, dan Usaha Kecil dan Menengah inilah yang menciptakan 75% dari
lapangan kerja baru yang tergolong ke dalam negara maju pasca industri, dan
merupakan negara termaju di dunia. Bahkan PDB pendapatan perkapita AS adalah
yang terbesar keenam di dunia pada 2010, perekonomian Amerika Serikat didorong
oleh ketersediaan sumber daya alam yang di olah dengan maksimal, infrastruktur
yang dikembangkan dengan baik, dan produktivitas yang tinggi. Meskipun negara
ini tergolong ke dalam negara pascaindustri, tetapi Amerika Serikat tetap menjadi
produsen terbesar di dunia dan menjadi yang terdepan dalam bidang ekonomi, sosial
budaya dan teknologi.
Apa
yang menyebabkan itu semua terjadi? Marjinalisasi usaha kecil dan menengah di
Indonesia memang bertolak belakang dengan terjadi di negara maju seperti
Amerika Serikat, disana perekonomian di tulangpungungi oleh sektor usaha kecil.
Dalam handbook for small bussines yang dikeluarkan oleh pemerintah Amerika
Serikat, terungkap bahwa sebanyak 98% dari semua bisnis di Amerika Serikat
adalah industri kecil, dimana 55% merupakan usaha perusahaan milik perorangan.
Sektor usaha kecil ternyata menyumbang 43% dari Gross National Product (GNP).
Kontribusi lainya yang paling penting adalah sumbangan
berupa inovasi dan penemuan-penemuan baru. Lebih dari 50% inovasi dan hasil
cipta industri berskala besar pada hakikatnya di hasilkan oleh usaha kecil.
Inovasi-inovasi dari hasil sektor industri kecil dapat di manfaat oleh sektor
pengusaha besar atau investor bermodal tinggi. Para investor ini biasanya
mengembangkan penemuan usaha kecil itu dalam skala produksi massal, dan si
penemu diberikan royalti atas penemuanya.
Komitmen Amerika Serikat dalam menggembangkan sektor
industri kecil dalam
pembentukan Small Businnes Administration (SBA) oleh pemerintah federal pada
tahun 1953 terbilang efektif. Tujuan tunggal SBA adalah menjadi pembantu dan
penggerak sektor usaha kecil di Amerika Serikat. Ada beberapa macam varian yang ditawarkan oleh badan ini, pertama
dibidang finansial berupa pemberian bantuan dana. Kedua, berupa procurentment
atau pemberian bantuan dalam memenuhi persyaratan perizinan dan ketentuan
administratif yang diperlukan untuk berdirinya suatu bisnis. Ketiga, di bidang
manajemen, baik secara langsung maupun melalui pelatihan-pelatihan. Keempat,
berupa advocacy atau pemberian bantuan hukum dalam mencari keadilan yang
berkaitan dengan bisnis.
Bila kita memang berkaca pada Negara Amerika seharusnya kita
dapat menggembangkan sistem pemberdayaan usaha kecil agar lebih maju, jelaslah
pemberdayaan usaha kecil dan menengah di Amerika Serikat berjalan lebih efektif
karena yang di back up oleh
pemerintah itu sendiri, tidak hanya persoalan dana, permodalan, tetapi juga
aspek manajemen, perizinan, bahkan sampai pemberian bantuan hukum seandainya
pelaku UKM menghadapi sengketa bisnis.
Andai saja pemerintah dapat memberikan kemudahan bantuan kepada
Usaha Kecil Menengah seperti di Amerika, mulai dari segi permodalan, modal
usaha peralatan serta perlengakapan, perizinan yang mempermudah agar usaha
dapat berdiri sendiri, pemberian pelatihan skill bagi para pekerja, ketrampilan
dan peningkatan mutu kualitas SDM dan pemberian pengawasan bagi para pekerja. Hingga,
bantuan hukum untuk melegalkan usaha kecil serta bantuan bila usaha tersebut
terkena sengketa.
Kesimpulan
Maka siapkah kita menghadapi MEA ? Siap atau tidak negara
kita harus menghadapinya, saat ini Indonesia memang telah memasuki tahapan
darurat mengahadapi Masyarakat Ekonomi Asean. Langkah progresif yang tepat
untuk mengahdapi MEA memang dapat di galakan oleh pemerintah terlebih lagi
masyarakat yang menjadi pelaku utama, pengembangan sistem Usaha Kecil Menengah dan
didorong dengan program-program pemerintah dirasa lebih efektif untuk mendukung
perekonomian mengahdapi pasar bebas.
Perlu di cermati negara-negara maju di dunia lebih
menekankan usaha bisnisnya kepada penggembangan industri kecil dan menengah
inilah yang menjadikan negara tersebut menguasai perekonomian. Inilah
kesempatan kita untuk menggembangkan produk Indonesia. Stop jangan pernah takut
akan MEA inilah peluang dan modal besar menggembangkan Indonesia di dunia
internasional
Kurangnya prepare
dan kendala SDM jangan di jadikan alasan untuk tidak mampu bersaing dengan
negara lain, bila kita tak berusaha, kita akan seperti macan yang tidur dan
kelaparan dinegeri sendiri karena dikuasai asing. Maka sampai kapankah kita mau
di dipimpin oleh negara asing? Sekaranglah saatnya untuk perekonomian Indonesia
bangkit. Maka kenapa harus takut dengan MEA, bersiaplah bangun Indonesia sebagi
macan Asia!
[1] Suarakarya.
2015. Menuju
Asean Economic Community 2015. Suarakarya, di
akses dari http://ditjenkpi.kemendag.go.id/website_kpi/Umum/Setditjen/Buku%20Menuju%20ASEAN%20ECONOMIC%20COMMUNITY%202015.pdf,
tertanggal 15 Maret Pukul 01.02 wib.
[2] Yush. 2011. Produk
makanan-minuman Malaysia membanjiri pasar Indonesia sejak berlakunya
kesepakatan ASEAN Trade in Goods Agreement, di akses dari http://www.indonesiamedia.com/2011/05/26/masyarakat-ekonomi-asean-berkah-atau-musibah/ ,
tertanggal 16 Maret 2015 pukul 21.15 wib
[3]Sofian,
Wanandi. 2012. Bidang yang menjadi
andalan Indonesia di akses dari http://galerimageti.blogspot.com/2013/08/menyongsong-masyarakat-ekonomi-asean.html,
tertanggal 16 Maret 2015 pukul 21.30 wib
[4]
Sagala, Arryanto. 2014. Workshop
Pendalaman Kebijakan Industri untuk Wartawan di Kuta, Bali, daya saing
indonesia masih lemah di ASEAN di
akses dari http://www.indonesiamedia.com/2014/03/14/daya-saing
indonesia-di-asean-masih-lemah/,
tertanggal 18 Maret 2015 Pukul 15:12 wib
[5] Widodo,
joko. 2015.Pemberian 1000 unit traktor kepada petani di subang, Jawa Barat. Detik.Com di akses Http://Www.Islamtoleran.Com/Beri-1-000-Traktor-Jokowi-Minta-Petani-Jabar-Tambah-Produksi-Beras-2-Juta-Ton/ Tanggal 22 Pukul 21:23 wib
[6]Doloksaribu
: 2013. Meningkatkan pelatihan sumber daya manusia di Indonesia menghadapi
MEA. Tubas media di akses dari http://www.tubasmedia.com/berita/tingkatkan-peran-balai-latihan-kerja/,tertanggal
24 Maret 2015 pukul 09:15 wib
[7] Krisna, murtibayu. 2014 Liputan6.com, produk-produk
indonesia sangat di gemari di filipina liputan6.com di akses dari http://bisnis.liputan6.com/read/2105295/donat-ri-makin-banyak-diminati-warga-filipina ,tertanggal 24 Maret 2015 Pukul 09:41 wib
http://dewiningrum2795.blogspot.com/2014/04/umkm-usaha-mikro-kecil-dan-menengah.html.tertanggal
,tertanggal 30 Maret Pukul 23:04 wib
[9] Marwan :2014 Liputan6.com, Jakarta meningkatkan
daya saing masyarakat lewat UKM dalam masyarakat. Liputan6.com diakses dari
http://bisnis.liputan6.com/read/2167246/hadapi-pasar-bebas-asean-ri-tingkatkan-daya-saing-desa,tertanggal 24 Maret pukul
23:30 wib
No comments:
Post a Comment