1.
Pendahuluan
Pendahuluan
dalam makalah ini menguraikan tentang latar
belakang, rumusan masalah dan tujuan.Paparan lebih lanjut sebagai berikut.
1.1.
Latar Belakang
Sejak era 1950-an sampai saat ini, di negara-negara yang sedang
bekembang dapat diidentisifikasi adanya pendekatan yang secara silih berganti
menjadi arus utama dalam pembangunan masyarakat. Pada dasarnya pendekatan
tersebut merupakan penjabaran dari perspektif atau paradigma yang digunakan.
Pada perkembangan terakhir pembedayaan masyarakat telah menempatkan dirinya
sebagai pendekatan yang banyak dianut dan mewarnai kebijakan pembangunan
masyarakat. Pendekatan ini dalam banyak hal dapat dilihat sebagia operasionalisasi
dari perspektif atau paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat. Dalam
pendekatan ini masyarakat pada tingkat komunitas terbawah diberi peluang dan
kewenangan dalam pengelolaan pembangunan termasuk dalam proses pengambilan
keputusan sejak diidentisifikasi masalah dan kebutuhan, perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi dalam menikmati hasil pembangunan. Dilihat dari dinamika
dan rotasi perspektif yang mewarnai kebijakan pembangunan paradigma ini
merupakan reaksi dari paradigma yang mendominasi peretumbuhan. Perspektif
pertumbuhan ini telah mendominasi kebijakan dan program-program pembangunan
masyarakat dalam kurun waktu yang cukup panjang.
Perspektif pertumbuhan sangat berorientasi pada peningkatan
produktivitas guna mengejar pertumbuhan ekonomi secara cepat. Demi mengabdikan
diri pada upaya mengejar produktivitas tersebut sering mengabaikan pendekatan
yang humanistik. Manusia dan masyarakat kurang dihargai harkat dan martabatnya
sehingga lebih ditempatkan sebagai objek dibandingkan kedudukannya sebagai
subjek. Apabila pertumbuhan ini dikombinasikan dengan dengan pendekatan
stabilitas maka semakin terasa penempatan masyarakat dalam posisi yang
marginal. Sebaliknya negara-negara yang dipresentasikan pemerintah sedang
berkuasa dengan berbagai program dan instrumen pelaksanaanya memiliki peranan
yang sangat dominan. Penetrasi negara masuk dalam tatanan kehidupan terbawah
pada tingkat komunitas. Instrumen yang digunakan agar negara dapat melakukan
pentrasi melalui kegiatan pembangunan tersebut adalah pendekatan yang bersifat
top-down, sentralis dan mengutamakan keseragaman. Masyarakat termasuk pada
tingkat komunitas terbawah tidak mempunyai kewenangan dalam pengambilan
keputusan termasuk untuk hal-hal yang sebetulnya secara langsung menyangkut kehidupannya.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat
dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut.
1.2.1
Apa pendekatan
yang digunakan dalam proses pemberdayaan?
1.2.2
Bagaimana
upaya dalam proses pemberdayaan?
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah dapat dirumuskan tujuan sebagai berikut.
1.3.1. Menjelaskanpendekatan
yang digunakan dalam proses pemberdayaan.
1.3.2. Menjelaskan
upaya/cara untuk proses pemberdayaan.
2.
Pembahasan
Pembahasan
dalam makalah ini menguraikan tentang pemberdayaan
masyarakat sebagai strategi perubahan sosial, pendekatan dalam proses
pemberdayaan dan proses pemberdayaan. Pemaparan lebih lanjur sebagai berikut.
2.1.
Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Strategi Perubahan Sosial
Dewasa ini kita sering mendengar
kata pemberdayaan. Jika kita bicara tentang masyarakat maka tidak akan terlepas
dengan yang namanya pemberdayaan. Pengertian dari masyarakat itu sendiri ialah
sekumpulan orang yang bertempat tinggal disuatu tempat dalam waktu yang cukup
lama dan memiliki tujuan yang sama sedang pemberdayaan atau lebih tepatnya
disebut dengan empowerment merupakan konsep yang lahir dari pengembangan
pemikiran dan budaya barat.
Memberdayakan masyarakat mengandung
arti mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, dan memperkuat posisi tawar
masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekanan di segala bidang
dan sektor kehidupan. Di samping itu juga mengandung arti melindungi dan
membela dengan berpihak pada yang lemah untuk mencegah terjadinya persaingan
yang tidak seimbang dan ekploitasi atas masyarakat lemah.
Pengembangan merupakan upaya
mendorong terjadinya perubahan sosial yang sistematik, terencana, dan
terkontrol. Perencanaan dan pengawasan yang teratur menjadi cara pendekatan
untuk menggerakkan masyarakat agar terjadinya perubahan kearah perbaikan taraf
hidupnya. Perubahan sosial tersebut meliputi segi kehidupan yang intrinsik dan
ekstrinsik. Nilai sosial dan budaya sebagai intrinsik benar-benar dijunjung
tinggi dan dihormati sedang hal-hal baru sebagai hal yang ekstrinsik perlu
disaring dan diserap untuk memperkaya pengetahuan dan wawasan. Hal tersebut
berguna atau bermanfaat bagi kehidupan yang menjunjung tinggi harkat sosial dan
kemanusiaan.
Dengan demikian pemberdayaan dapat
dilihat sebagai proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah
serangkaian kegiatan yang memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah
dalam masyarakat. Sebagai tujuan pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil
yang ingin dicapai oleh perubahan sosial yaitu masyarakat menjadi berdaya,
mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup, memiliki
kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian,
berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan dan mandiri dalam melaksanakan
kehidupan. Berdasarkan beberapa hal diatas dapat dimaknai bahwa setelah
munculnya kesadaran atau potensi dan kemampuan untuk meningkatkan derajad maka
tumbuhlah semangat untuk melakukan perubahan ini adalah sebuah proses sekaligus
sebuah tujuan.
2.2. Pendekatan
Dalam Proses Pemberdayaan
Sebagai
anti tesis dari perspektif pertumbuhan, maka dalam prosespemberdayaan
masyarakat, pendekatan yang digunakan adalah.
2.2.1. Sentralisasi menjadi desentralisasi
Pada dasarnya desentralisasi dalam pengambilan keputusan tidak terhenti
sampai pada tingkat masyarakat lokal sebagai satu kesatuan komunitas melainkan
sampai spektrum yang luas dari masyarakat termasuk lapisan masyarakat dalam
posisi trbawah. Hal ini dimaksudkan agar kepntingan lapisan bawah termasuk
lapisan miskin tetap dapat terakomodasi. Apabila kewenangan masyarakat lokal
dalam pengambilan keputusan tersebut masih bias elit, berarti masih ada unsur
sentralisasi pada tingkat masyarakat lokal.
2.2.2. Top-down menjadi Bottom-up
Dilihat dari proses dan mekanisme perumusan progam
pembangunan masyarakat, pendekatan pemberdayaan cenderung mengutamakan alur
dari bawah ke atas. Dalam hal ini perumusan progam yang akan dilaksanakan
ditentukan oleh identifikasi masalah dari kebutuhan masyarakat.
2.2.3. Uniformity menjadi Variasi lokal
Pada dasarnya masyarakat memiliki kebutuhan, permasalahan
dan potensi yang berbeda. Dengan demikian pola pelaksanaan pembangunan
masyarakat yang cocok dan berhasil diterapkan dalam masyarakat tertentu tidak
ada jaminan juga untuk berhasil dalam masyarakat lain yang berbeda kondisinya.
Untuk itu penyeragaman pola yang digunakan akan menghabiskan pemborosan karena
program yang dilaksanakan tidak relevan dengan kebutuhan dan kondisi
masyarakatnya sehngga hasilnya juga tidak berdampak pada pemecahan masalah
aktual yang ada.
2.2.4. Sistem komando menjadi Proses belajar
Pelaksanaan pembangunan masyarakat yang menggunakan
pendekatan pemberdayaan, bukan lagi menggunakan sistem instruktif dan komando
melainkan mengedepankan pengambilan keputusan oleh masyarakat sendiri.
Kewenangan masyarakat dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan
perlu diimbangi dengan kapasitas atau kemampuan untuk melakukannya,
pengembangan kapasitas masyarakat berlangsung melalui proses belajar secara
komulatif.
2.2.5. Ketergantungan menjadi Keberlanjutan
Penerapan sistem komando yang bersifat instruktif sebagai dampak dari
pendekatan top-down membuat masyarakat bersifat menunggu program dari atas.
Kenyataan ini tidak mendidik karena tidak mengandung unsur pengembangan
inisiatif dan kreatif. Sebaliknya, pemberian kewenangan kepada masyarakat dalam
pengelolaan pembangunan lebih mendorong tumbuh dan berkembangnya inisiatif dan
kreatif.
2.3. Proses
Pemberdayaan
Unsur
utama dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah pemberian kewenangan dan
pengembangan kapasitas masyarakat. Kedua unsur itu tidak boleh dipisahkan oleh
karena itu apabila masyarakat telah memperoleh kewenangan tetapi belum memiliki
kapasitas untuk menjalankan kewenangan maka hasilnya juga belum optimal.
Masyarakat berada dalam posisi marginal disebabkan karena kurangnya kedua unsur
tersebut, kewenangan dan kapasitas. Kondisi tersebut jugalah yang mengakibatkan
masyarakat kurang berdaya atau powerless sehingga tidak memiliki peluang untuk
mengatur masa depannya sendiri. Hal itulah yang dianggap sebagai penyebab utama
kondisi kehidupannya tidak sejahtera.
Umtuk
memperoleh kewenangan dan kapasitas dalam mengelola pembangunan masyarakat
perlu diberdayakan melalui proses pemberdayaan. Menurut pendapat korten
(1987:7) memahami power tidak cukup dari dimensi distributif akan tetapi juga
dari dimensi generatif. Dalam dimensi distributif berdasarkan terminologi
personal, power dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi
orang lain sedangkan dalam segi generatif justru lebih penting. Suatu kelompok
hanya akan memperoleh tambahan atau peningkatan power dengan mengurangi power
kelompok lain.
Namun
dalam kenyataannya negara tidak selalu secara suka rela bersedia untuk
mengurangi sebagian kewenangannya guna diberikan kepada masyarakat. Dalam
kondisi seperti ini sering kali diperlukan adanya semacam kekuatan penekanan.
Itulah sebabnya dalam masyarakat kemudian muncul gerakan sosial yang bertujuan
untuk memberikan penekanan pada masyarakat lebih diberikan kewenangan dalam
pengambilan keputusan agar masyarakat dapat memperoleh hakna secara
proposional.
Sementara
itu masyarakat lapisan marginal dan masyarakat lokal tidak dapat selalu
menggantungkan bantuan perantara untuk memberikan advokasi. Oleh sebab itu
masyarakat lokalpun secara mandiri perlu meningkatkan kapasitasnya untuk mendorong
perubahan termasuk dalam alokasi power, sumber daya dan terutama posisi
tawarnya sudah tentu karena kondisnyaapabbila dilakukan secara sendiri-sendiri
posisi tawar mereka akan sangat rendah. Oleh sebab itu dibutuhkan adanya sikap
dan tindakan yang kolektif dalam meningkatkan posisi tawar tersebut. Dengan
menggunakan alur pikir ini maka peningkatan kesejarterahan masyarakat melalui
pemberdayaan tidak selalu harus membuat dikotomi antar komponen dalam
masyarakat. Dalam hal ini pemangku kepentingan untuk peningkatan kesejahterahan
dapat berasala dari unsur negara, masyarakat maupun dunia usaha. Masing-masing
sesuai dengan karakteristiknya dapat memberikan kontribusi dalam upaya
peningkatan kesejahterahan. Dengan demikian pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan holistik dan integratif. Sudah tentu agar sinergi diantara berbagai
stakeholder tersebut dapat terwujud dibutuhkan dukungan adanya iklim yang
kondusif pada tingkat makro atau dalam sistem kehidupan bernegara.
3.
Penutup
3.1. Simpulan
Memberdayakan
masyarakat mengandung arti mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, dan
memperkuat posisi tawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan
penekanan di segala bidang dan sektor kehidupan. Di samping itu juga mengandung
arti melindungi dan membela dengan berpihak pada yang lemah untuk mencegah
terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan ekploitasi atas masyarakat lemah.
Unsur utama dalam proses
pemberdayaan masyarakat adalah pemberian kewenangan dan pengembangan kapasitas
masyarakat. Kedua unsur itu tidak boleh dipisahkan oleh karena itu apabila
masyarakat telah memperoleh kewenangan tetapi belum memiliki kapasitas untuk
menjalankan kewenangan maka hasilnya juga belum optimal. Masyarakat berada
dalam posisi marginal disebabkan karena kurangnya kedua unsur tersebut,
kewenangan dan kapasitas.
Sebagai
anti tesis dari perspektif pertumbuhan, maka dalam prosespemberdayaan
masyarakat, pendekatan yang digunakan adalah (1) sentralisasi menjadi
desentralisasi (2) top-up menjadi top-down (3) uniformit menjadi variasi lokal
(4) sistem komando menjadi proses belajar (5) ketergantungan menjadi
keberlanjutan.
3.2. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan maupun penyusunan
makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi
perbaikan makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.
Daftar Pustaka
Sutomo. 2013. Pemberdayaan masyarakat: mungkinkah muncul
antitesisnya. Yogyakarta: Pustaka belajar.
No comments:
Post a Comment